Dedi Minta Budaya Kirim Makanan Saat Ramadhan Jangan Hilang

Rep: Ita Nina Winarsih/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah

Rabu 08 May 2019 23:34 WIB

Ketua DPD Golkar Jabar, Dedi Mulyadi. Foto: Republika/Ita Nina Winarsih Ketua DPD Golkar Jabar, Dedi Mulyadi.

REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Ketua DPD Golkar Jabar, Dedi Mulyadi, mendorong desa menjadi pelopor peradaban. Pasalnya, saat ini budaya warisan leluhur yang ada di pedesaan sudah mulai tergerus perkembangan zaman. Salah satu indikatornya, generasi muda dan ibu-ibu sudah sangat ketergantungan terhadap ponsel pintar berikut aplikasi media sosialnya.

"Desa itu, harus jadi pelopor dan gerbang utama menjaga peradaban yang diwariskan nenek moyang kita dulu," ujar Dedi, yang diundang dalam acara ngabuburit Ramadhan, di halaman Kantor Desa Cilingga, Kecamatan Darangdan, Rabu (8/5).

Baca Juga

Seperti saat Ramadhan, generasi muda dulu selalu mengisi bulan puasa ini dengan kegiatan produktif. Seperti, mencari kayu bakar ke kebun, mencari ikan atau belut di sawah, lalu membuat batu bata merah. Adapun ibu-ibunya, sibuk menyiapkan masakan untuk santap berbuka puasa. 

Akan tetapi, saat ini mengisi ramadhannya lebih pada kegiatan yang kurang positif. Menjelang berbuka puasa, anak-anak muda sibuk nongkrong, motor-motoran padahal mereka usianya dibawah umur. Serta, sibuk main handphone.

Dengan kondisi ini, lanjut mantan Bupati Purwakarta dua periode ini, sudah seharusnya ada perubahan pola pikir terutama, di kalangan orang tua. Ia berharap budaya warisan leluhur tidak mati akibat tergerus teknologi. 

Dedi menyontohkan, Bali sangat kental dengan budayanya. Tetapi, budaya Bali tetap lestari sampai saat ini. "Begitu pula dengan Desa Cilingga ini, sudah saatnya kita menghidupkan lagi budaya nenek moyang sunda zaman dulu. Karena, dengan menjaga budaya kita akan tetap survive ditengah gempuran budaya asing," ujarnya.

Salah satu yang harus dijaga, yaitu budaya saling berbagi masakan. Dulu, dua pekan di bulan puasa, ibu-ibu di pedesaan sudah sibuk menyiapkan masakan. Masakan itu, diantar ke sesama tetangga menggunakan rantang. 

Nanti, tetangga yang dapat kiriman makanan itu, akan mengembalikannya dalam bentuk makanan serupa yang dimasaknya. Ataupun, bahan pangan lainnya. 

"Namun, saat ini budaya mengirim makanan sudah perlahan-lahan hilang. Karena, ibu-ibunya sibuk dengan gadget masing-masing dan sudah tidak mau memasak lagi. Inginnya masak yang instan saja," ujar Dedi. 

Terpopuler