REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH— Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh Barat mengimbau seluruh umat Muslim tidak menjadikan perbedaan jumlah rakaat pelaksanaan ibadah shalat tarawih sebagai masalah.
Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh Barat, Teungku Abdurrani Adian, mengimbau seluruh umat Muslim tidak menjadikan perbedaan jumlah rakaat pelaksanaan ibadah shalat tarawih sebagai masalah.
"Kalau menurut saya perbedaan rakaat tarawih itu, terpulang kepada masing-masing umat. Yang penting jangan saling menuding, dalilnya sudah sangat jelas," kata Tgk Abdurrani di Meulaboh, Aceh Barat, Kamis (9/5).
Seperti diketahui, selama ini masyarakat di Aceh melaksanakan ibadah shalat tarawih dengan dua versi yang berbeda, yakni delapan rakaat ditambah tiga rakaat Shalat Witir.
Sedangkan sebagian masyarakat Muslim lainnya melaksanakan dengan jumlah 20 rakaat ditambah tiga rakaat shalat witir di malam Ramadhan.
Tgk Abdurrani mengatakan, Allah SWT memerintahkan hamba-Nya untuk berbuat amalan sebanyak-banyaknya, khusus di bulan suci Ramadhan baik siang maupun malam hari.
Dia mengatakan, Ramadhan merupakan bulan yang penuh dengan ampunan, rahmat bagi seluruh penjuru alam semesta.
"Apabila masyarakat melakukan amaliah (perbuatan amal) dengan sebanyak-banyaknya, maka hal itu akan lebih baik," ujarnya.
Ulama di Aceh Barat ini berharap masyarakat terutama di Aceh harus menjaga ukhuwah dan menghindari setiap perselisihan sesama umat, serta senantiasa hidup rukun saling hormat menghormati satu sama lain dengan tidak terpecah belah.
"Makin banyak kita beribadah, maka makin banyak pula pahala yang akan kita terima," tegas Teungku Abdurrani.