Tawakal, Taslim, dan Tafwidh

Red: Agung Sasongko

Jumat 10 May 2019 13:41 WIB

Ramadhan Foto: IST Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Tingkat kepasrahan diri kepada Allah SWT bertingkat-tingkat. Ada yang pasrah dalam arti tawakal, yaitu pasrahnya seseorang kepada Allah SWT, tetapi masih menggunakan logika dan perhitungan. Misalnya seseorang yang memasrahkan diri kepada Allah Swt setelah melakukan proses keamanan yang ketat, kemudian berdoa dan memasrahkan keaman an diri dan hartanya kepada Allah Swt. Kepasrahan seperti ini menampilkan diri dalam porsi lebih aktif ketimbang sifat hakikat ke pasrahan itu sendiri.

Sikap pasrah dalam arti tawakal didukung oleh Rasulullah SAW, sebagaimana dijelaskan dalam satu riwayat, yakni suatu ketika Rasu lullah SAW menerima beberapa tamu dari luar kota di Madina. Salah seorang di antara tamunya dita nya, di mana kamu menambatkan untamu? Sang pemuda menjawab, "saya tidak menambatkannya kare na saya sudah bertawakal kepada Allah Swt." Lalu, ia memohon Rasulullah SAW mendoakan agar untanya aman. Rasulullah Saw menegur pemuda itu dengan mengatakan tambatkan dulu untanya baru bertawakal kepada Allah Swt.

Tawakal seperti ini juga pernah disinggung Allah SWT dalam Alquran, yakni: "Dan, hanya kepada Allah hendaknya kalian bertawakal jika kalian benar-benar orang yang beriman." (QS al-Ma'idah/5:23).

Tawakal tidak bisa diartikan ke pasrahan secara pasif, yang menyiratkan unsur kemalasan, keputusasaan, dan sikap minimalisme, tetapi kepasrahan secara aktif, sesuai kapasitas manusia sebagai hamba dan khalifah yang menuntut tanggung jawab. Tidak bisa berdiam diri dengan pasif saat kita didera penyakit, tetapi kita harus berusaha mencari cara penyembuhan, sebagaimana diperintahkan Rasulullah Saw:

"Berobatlah wahai hamba Allah, karena Allah menciptakan pe nyakit dan obatnya." (HR al-Tir midzi). Jika kita sudah berobat de ngan berbagai macam cara, tetapi penyakitnya te tap berlangsung, baru kita tawakal dan menyerahkan sepenuhnya kepada Allah Sang Maha Penyembuh.

Bersabar dari penyakit merupakan suatu hal yang terpuji, bahkan akan berfungsi sba gai pengampunan dosa, sebagaimana sabda Rasulullah SAW: "Demam satu hari menghapus dosa satu tahun."

Bentuk kepasrahan lebih tinggi daripada tawakal ialah taslim, yaitu kepasrahan yang sering diumpamakan sebagai pasrahnya seorang bayi. Seorang bayi menampakkan kepasrahan total di hadapan orang tua, khususnya kepada ibunya. Ia tidak perlu berkeringat mencari nafkah untuk makan. Ia juga tidak perlu memikirkan kebutuhan pri mer dan sekundernya karena ia su dah menjadi objek cinta paling se jati dari ibu dan keluarga terdekatnya.

Sang bayi cukup memberikan isyarat berupa tangisan maka semua orang di rumah itu, khususnya ibunya, berebutan un tuk memberi kan pertolongan kepadanya. Ia di manjakan betul oleh lingkungan sekitarnya. Ia lebih pasif dan Allah lebih proaktif. Allah SWT akan se la lu proaktif kepada hamba-Nya yang mencapai puncak kepasrahan tanpa dosa. Sang bayi adalah bersih dan luhur tanpa dosa. Karena itu, baunya pun harum mes kipun tidak mandi dalam sehari.

Orang dewasa memang harus proaktif jika ia ingin meraih karu nia Tuhan dan terbebas dari berbagai masalah karena dirinya sudah ter kontaminasi banyak dosa dan mak siat. Seandainya ada orang yang mampu mempertahankan ke sucian dirinya, Allah SWT pun akan proaktif terhadapnya. n (Bersambung)

Prof Dr Nasaruddin Umar, Imam Besar Masjid Istiqlal 

Terpopuler