REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA— Ratusan warga berebut Gunungan Grebeg Syawal dari Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat di Halaman Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta, Rabu (5/6).
Dalam acara yang bertepatan dengan hari pertama Idul Fitri 1440 Hijriyah itu, tujuh gunungan hasil bumi yang terdiri atas tiga buah Gunungan Kakung, dan Gunungan Estri, Gunungan Gepak, Gunungan Darat, dan Gunungan Pawuhan diarak ratusan prajurit dari Siti Hinggil Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Sebanyak lima gunungan diarak menuju Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta, sedangkan dua gunungan lainnya menuju Kantor Kepatihan dan Puro Pakualaman.
"Gunungan ini sebagai wujud kesyukuran Ngarso Dalem (Raja Keraton Yogyakarta Sultan HB X, red.) atas sudah diselesaikannya puasa Ramadhan," kata Penghulu Keraton Ngayogyakarta Kanjeng Raden Tumenggung (KRT), Ahmad Kamaludiningrat.
Menurut dia, wujud syukur berupa gunungan itu disusun dari aneka hasil pertanian karena salah satu penghasilan pokok masyarakat di Yogyakarta adalah pertanian.
"Maka hasil pertanian itu disedekahkan. Karena terbatas jumlahnya dan yang merayah jumlahnya banyak sehingga diperebutkan atau dikeroyok, digrebeg," kata dia.
Grebeg Syawal. Gunungan Grebeg Syawal diarak menuju Halaman Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta, Rabu (5/6/2019).
Kamaludin mengakui sebagian besar masyarakat yang ikut berebut gunungan agar mendapatkan keberkahan.
Baginya, hal itu tidak masalah karena makanan yang sudah didoakan memang memiliki nilai kemanfaatan yang lebih dibandingkan dengan yang tidak didoakan. "Berkah itu kan artinya punya nilai lebih," kata dia.
Seorang warga Depok, Jawa Barat, Heri (45) yang ikut berebut gunungan itu, mengaku berusaha mendapatkan isi gunungan berupa kacang panjang dan cabai merah untuk dibawa pulang dan sebagian dimasak.
Heri yang mengaku setiap tahun mengikuti acara itu meyakini hasil bumi yang diwujudkan dalam bentuk gunungan bakal mendatangkan keberkahan. "Saya bawa pulang nanti sebagian dimasak biar dapat berkah saja sih," kata dia.