REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menjelaskan bahwa ada kargo berlebih yang tidak jadi dijual PT Pertamina (Persero) sebagai pengelola kilang LNG Bontang. Padahal, pasokan dari ENI Muara Bakau sudah terkontrak dan siap dikirim.
Kepala SKK Migas, Dwi Sucipto menjelaskan kelebihan kargo tersebut sebenarnya sudah disiapkan untuk dijual di pasar spot. Akan tetapi harganya terlalu rendah sehingga urung dijual. Karena itu Pertamina diminta cari pembeli lainnya.
Seharusnya gas tersebut diserap oleh PLN, akan tetapi awal tahun ini PLN menyatakan tidak akan menyerap seluruh gas yang sebelumnya sudah dialokasikan untuk pembangkit listriknya.
"Pertamina kan dah kontrak take or pay. Kalau tidak take, ya pay, yang saya tahu itu dijual ke PLN. Sayangya PLN dan Pertamina tidak kontrak yang mengikat pengambilan 17 kargo sehingga PLN mendadak tidak ambil, ya Pertamina tidak bisa apa-apa ke PLN. Sedangkan Pertamina sudah kontrak (dengan ENI). Mestinya dicari (Pembeli gas), minta izin ke Pak Menteri untuk Pertamina ekspor dan lainnya," kata Dwi, Jumat (21/6).
PLN sebelumnya meminta alokasi 17 kargo akan tetapi yang akan diserap tahun ini hanya 6 kargo. Ada kelebihan 11 kargo yang belum ada pembeli dan harus dicari oleh Pertamina.
Pertamina sendiri berpotensi mengalami kerugian akibat kondisi ini. Lantaran tidak ada kontrak mengikat dengan PLN. Menurut Dwi kondisi ini menjadi pelajaran berharga bagi Pertamina dalam bisnis jual beli gas.
Ia pun meminta Pertamina segera mengambil langkah strategis mencari cara agar tidak merugi terlalu besar. "Ya iyalah (rugi ditanggung Pertamina) namanya bisnis. Harga gas bagus ya dia untung diam-diam aja. Kan bisnis gas saat harga jelek, ya tetap laksanakan. Kerugian ya harus tanggung. Makanya yang trading LNG ini harus fokus antisipasi potensi dan kadang harus swap dengan trading lain ," jelas Dwi.
Sementara itu disisi lain, PLN kargo LNG yang sudah terkontrak dan tidak sempat diserap tahun ini bisa digeser jadwal penyerapannya.
Amir Rosidin, Direktur Bisnis Regional PLN Jawa Bagian Tengah mengungkapkan PLN sebelumnya memprediksi akan ada perawatan besar beberapa pembangkit dengan kapasitas besar, karena itu diantisipasi dengan menyiapkan suplai gas. Namun ternyata perawatan PLTU berlangsung lebih cepat dari rencana, sehingga sudah bisa kembali digunakan dengan optimal.
Menurutnya, karena harga batu bara masih merupakan bahan baku listrik paling murah karena itu PLTU lebih dipilih untuk memproduksi listrik. “Kan bisa digeser. Namanya gas make up. Gas yang kami bayarkan sekarang, meskipun tidak digunakan, nanti bisa dipakai. Supply gasnya yang nanti,” kata Amir.