Ahad 07 Jul 2019 11:11 WIB

Agar UMKM Lulus Uji Sertifikasi Halal, Caranya?

Pemerintah wajibkan UMKM miliki sertifikasi halal.

Sejumlah pelaku Industri Kecil Menengah (IKM) menunjukan sertifikat halal di Kantor Walikota Depok, Jawa Barat, Kamis (31/1/19).
Foto: Antara/Kahfie Kamaru
Sejumlah pelaku Industri Kecil Menengah (IKM) menunjukan sertifikat halal di Kantor Walikota Depok, Jawa Barat, Kamis (31/1/19).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mewajibkan seluruh pelaku industri termasuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki sertifikat halal mulai Oktober mendatang. Masih banyak pengusaha yang belum mengajukan sertifikasi tersebut.

Wakil Kepala Lembaga Sertifikasi Institut Per tanian Bogor (IPB) Elvina Agustin Rahayu menya takan, pada 2018, dari empat juta usaha mikro, baru se kitar 12 ribu yang memiliki sertifikat halal. Ke mudian, baru empat persen pengusaha besar yang mengantongi sertifikat halal. "Masih banyak yang belum halal," ujar Elvina.

Salah satu kendalanya, kata dia, karena pengajuan perizinan yang cukup rumit dan harus melalui banyak pintu. "Jadi, perusahaan mau naik kelas, tapi karena satu hal jadi tidak bisa. Sertifikasi halal memang penting, apalagi 40 persen pelaku usaha mikro bergerak di bidang pangan dengan komposisi besar," lanjut dia.

Kendala lainnya, tutur Elvina, meliputi sumber bahan baku serta infrastruktur yang belum mema dai. "Banyak pelaku industri rumah tangga yang fasilitas produksinya belum memenuhi persyaratan. Baru sekitar 10 persen yang peralatan dan produksinya sudah sesuai kehalalan," ujar dia.

Seperti diketahui, sebelum mendapat sertifikat halal, produk bersangkutan akan diaudit atau diuji kehalalannya terlebih dahulu. Setelah seluruh proses dan komponennya dipastikan sesuai standar kehalalan, barulah sertifikat diterbitkan.

Agar pengusaha UMKM bisa lulus uji sertifikasi halal dengan mudah, General Manager Operation PT Lion Boga Chef Adam Rachmat membagikan beberapa tips. Di antaranya, gunakan bahan-bahan yang sudah masuk dalam daftar bersertifikat halal Majelis Ulama Indonesia (MUI).

"Di MUI sudah ada namanya positive list, yaitu bahan-bahan yang sudah masuk sertifikasi halal MUI. Jadi, kalau kita ambil bahan makan dari list itu, sudah pasti akan cepat lulus," jelas Chef Adam kepada Republika.

Tips berikutnya, kata dia, pelaku UMKM harus memperhatikan proses produksinya. Dari persiapan produksi, cara pembuatan. Sampai penyimpanannya harus benar-benar halal.

"Artinya tidak ada lagi tercampur bahan-bahan yang tidak halal. Kalau kedua tips tersebut diikuti, sudah pasti ke sananya lebih gampang," ujarnya. Lebih lanjut, ia tidak memungkiri, kalau untuk mendapat cita rasa original, ada beberapa bahan ma kanan yang belum bisa digantikan. Dia memisalkan menu steak dengan red wine sauce yang jelas harus menggunakan wine.

"Wine kan khamer, maka untuk masalah cita rasa ini memang tantangan dari teknologi pangan. Hanya saja saya rasa, makanan yang dibuat dengan cita rasa mendekati (original) saja sudah cukup. Tidak harus sangat original," kata Chef Adam. Dia berharap, kesadaran industri UMKM terhadap sertifikasi halal semakin meningkat. Hal itu karena banyak manfaat yang bisa mereka dapat dengan menghalalkan produknya.

"Jangan dipikir tidak ada manfaatnya. Banyak UMKM mikir 'buat apa sertifikasi halal, toh tetap laku' iya sekarang laku, tapi satu, dua, atau lima tahun ke depan mungkin mereka sudah ketinggalan. Jadi, lebih baik sertifikasi sekarang, halal pun kini sudah menjadi gaya hidup," jelasnya.

Tidak hanya itu, menurut dia, memiliki atau meng ajukan serifikat halal pun berarti melindungi konsumen. Apalagi, lebih dari 80 persen masyara kat Indonesia merupakan Muslim. "Itu kepedulian kita sebagai umat Muslim untuk melindungi konsumen. Jadi, bukan hanya soal mendapat banyak uang," tutur Chef Adam. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement