REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan masih akan mengkaji ulang Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting, salah satunya garam. Diketahui, pemerintah mengusulkan kembali garam sebagai bahan pangan pokok.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri (PDN) Kemendag Tjahya Widayanti mengatakan, pihaknya perlu melakukan kajian akademis terlebih dahulu sebagai dasar untuk merevisi Perpres 71 Tahun 2015 tersebut. Pemerintah mengusulkan garam sebagai bahan pangan pokok guna menghindari anjloknya harga garam petani, meski tingkat konsumsinya terbilang kecil.
“Ini (beleid) bakal kita kaji dulu, kita bikin kajian akademisnya dulu sebagai landasan,” kata Tjahya saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (14/7).
Sebelumnya diketahui, pemerintah menyebut dikeluarkannya garam dari barang kebutuhan pokok dan barang penting tidak berpengaruh besar terhadap inflasi. Kendati demikian, hal tersebut justru mengganggu industri dan garam petani jadi tidak terserap secara optimal. Dalam Perpres 71 Tahun 2015 disebutkan, yang termasuk sebagai barang kebutuhan pokok adalah barang kebutuhan pokok hasil pertanian semisal beras, kedelai, cabai, serta bawang merah.
Untuk saat ini, kata Tjahya, pemerintah memang belum menentukan harga pembelian pemerintah (HPP) garam yang ideal. Hanya saja, saat ini pemerintah sedang menghitung ulang besaran HPP garam agar harga di tingkat petani dapat stabil. Simulasi perhitungan biaya, lanjut dia, dihitung dari seberapa besar biaya pokok produksi dan marjin keuntungan. Sehingga, jika sudah digabungkan, harga itulah yang akan menjadi HPP garam.
Seperti diketahui, petani garam sempat mengeluhkan anjloknya harga garam hingga Rp 400 per kilogram (kg). Terkait hal ini, terdapat adanya dugaan kebocoran impor garam yang sejatinya untuk industri namun masuk dikonsumsi oleh masyarakat. Pemerintah sempat menyebut, jika kuota impor garam diperkirakan mencapai 3 juta ton, maka harga garam dapat dibanderol di kisaran Rp 1. 500-Rp 2.000 per kg.
Terkait hal tersebut, Tjahya enggan berspekulasi. Dia menjelaskan, perbedaan garam lokal dengan garam impor berada pada kadar NaCl. Untuk garam industri, kata Tjahya, kadar Nacl-nya berada di atas 97 persen sementara garam lokal tingkat Nacl-nya berada jauh di presentase tersebut.