REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana PT PLN (Persero) memotong gaji karyawan untuk membayarkan kompensasi terhadap pelanggan akibat pemadaman massal menuai kritik. Kompensasi untuk pelanggan seharusnya tidak mengorbankan hak pegawai.
Akademisi Universitas Tarumanegara Ahmad Redi menilai rencana tersebut sangat tidak elok dan justru akan menambah persoalan baru bagi PLN. Redi menilai, sudah pada aturannya jika PLN harus memberikan kompensasi terhadap pelanggan terdampak, namun bukan berarti mengorbankan hak-hak para tenaga kerja di dalam tubuh PLN.
"Nanti tidak hanya digugat masyarakat, tapi karyawan sendiri juga akan menggugat," ujar Redi dalam diskusi bertajuk "Gelapnya Tata Kelola Ketenagalistrikan Nasional" di Gedung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (7/8).
Kecuali, tambah Redi, jika PLN sudah memiliki regulasi tentang kebijakan tersebut. Hal itu pun harus dilakukan secara matang agar tidak tersandung kasus hukum.
Ketua Kampanye dan Jaringan YLBHI Arip Yogiawan (Yogi) menyebut rencana pemotongan gaji karyawan PLN sebagai tindakan konyol dan tidak tepat. "Ini drama paling konyol dari peristiwa pemadaman listrik. Itu kan hak buruh," kata Yogi.
Menurut Yogi, perusahaan sebesar PLN seharusnya sudah memiliki rencana jika terjadi kejadian seperti ini, dari sisi alokasi anggaran untuk kompensasi kepada pelanggan. Yogi menilai, rencana pemotongan gaji karyawan merupakan salah satu bentuk buruknya tata kelola PLN selama ini.