REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ustaz Adi Hidayat yang akrab disapa UAH mengomentari polemik disertasi Abdul Azis tentang konsep Milk Al Yamin Muhammad Syahrur soal Keabsahan Hubungan Seksual Nonmarital.
Disertasi ini menuai polemik di banyak kalangan karena membolehkan hubungan seksual di luar pernikahan yang jelas bertentangan dengan hukum Islam dan hukum erlaku di masyarakat (hukum positif).
Menurut Ustaz Adi Hidayat dalam kajian bulanannya di Masjid An-Nur Tanah Kusir, Jakarta Selatan,terlepas dari kesalahan telah membenarkan hubungan seksual di luar nikah, kesalahan terbesar penulis adalah salah mengambil sumber referensi.
“Kesalahan terbesar dari penulis ini adalah salah dalam mengambil referensi,” kata Ustaz Adi Hidayat, dalam kajian bulanannya di Masjid An-Nur, Sabtu (7/9).
Ustaz Adi mengatakan, Mohammad Syahrur pemilik konsep Milk Al Yamin bukan ahli quran dan hadist. Akan tetapi. Muhammad Syahrur merupakan ahli di bidang Teknik Sipil atau arsitektur.
Sehingga menurutnya, tidak pantas pendapat Muhammad Syahrur dijadikan referensi yang menyangkut muamalah Islam. Apalagi pendapatanya tentang Milk Al Yamin bertentangan dengan Alquran dan as-Sunnah. “Siapa Muhammad Syahrur itu ini yang mau saya jelaskan,” katanya.
Adi mengaku pernah mempelajari materi terkait dengan konsep Milk Al Yamin satu tahun lamanya ketika kuliah pascasarjana. “Karena saya mempelajari materi yang berkaitan dengan ini khusus satu tahun lamanya dan ini menjadi mata kuliah di S2 kami,” katanya.
Ia mempelajari konsep Milk Al Yamin langsung dari penulisnya ketika belajar di jenjang pascasarjana. Karena tradisi kampus tempat Ustaz Adi Hidayat mengambil pascasarjana itu ketika berlajar langsung mengundang penulisnya untuk berdiskusi.
Selain mengundang Syahrur, program pascasarja Ustaz Adi juga mengundang para tokoh orientalis, liberal, dan sekuler level internasional.
“Bahkan yang ngajar saya tokohnya, penulis bukunya ini kitabanya saya bawa. Kami diajarkan ini setahun langsung sama penulisnya dan setiap materi yang membahasnya tentang manusia, orangnya, pemikirnya ada itu langsung di undang ke kampus kami saya diskusi dengan mereka,” katanya.
UAH mengungkapkan, Muhammad Syahrur merupakan kelahiran Syiria Damaskus tahun 1938. Dia sekolah SD,SMP, dan SMA di sekolah umum. Kemudian berhijrah dan pindah ke Soviet belajar arsitektur. Syahrur masuk jurusan teknik sipil Handasyah Madaniyah. "Jadi bukan jurusan Alquran dia teknik sipil S1 diselesaikaan di sana,” katanya.
Ustaz Adi melanjutkan, setelah Muhammad Syahrur menyelesaikan sarjana Teknik Sipil di Soviet berangkat ke Irlandia mengambil jurusan yang sama di di program S2 dan S3. “Itu semua S1,S2,S3 di bidang arsitektur teknil sipil. Insinyur beliau itu bukan ustaz. Jadi gak pernah belajar tafsir, belajar hadist tidak ada pengetahuannya apalagi fiqih,” katanya.
Terkait hal itu, maka Ustaz Adi menyimpulkan kesalahan terbesar Abdul Azis dalam hal ini mengambil masalah fiqih bukan dari ahlinya. “Ini kesalahan terbesar penulis disertasi ini kok bicara masalag fiqih ke arsitek ko bisa belajar fiqih Islam ke Teknik sipil kenapa jauh-jauh kesana belajar ke ITB aja,” katanya.
Komunitas orientalis
Ustaz Adi mengatakan, pada saat di Soviet Muhammad Syahrur masuk ke komunitas orientalis yang bekerja sama dengan misionaris. orientalis itu, kata dia, adalah kumpulan orang-orang pintar yang membahas tentang masalah ketimuran khususnya Islam.
Mereka para orientaslis memiliki pandangan bahwa Islam mempunyai potensi kekuatan yang bisa mengubah dunia. Mereka ini terbentuk di awal-awal masa kejayaan Islam di Spanyol pada abad ke-7.
Kemudian mengakar menjadi institusi setelah ada perjanjian Tordesillas tahun 1494 dari 1492 sampai 1494 oleh Paus Pransiskus ke-6. Dunia lantas terbagi dua bagian timur dan barat. "Di wilayah timur diutus Portugis untuk membawa misi Gold,Glory,and Gospel (3G),” katanya.