REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Di awal September 2019 ini, harga garam petambak kembali anjlok di level nadir. Berdasarkan catatan Persatuan Petambak Garam Indonesia (PPGI), harga garam petambak kualitas 1 di level Rp 250 per kilogram (kg), sedangkan kualitas 2 di level Rp 150 per kg.
Sekretaris Jenderal PPGI Waji Fatah menyayangkan anjloknya harga garam petambak terulang kembali. Menurut dia anjloknya harga tak pernah direspons oleh pemerintah secara serius sehingga petambak mau tidak mau menelan kerugian yang tak sedikit.
“Harga terus anjlok, kami kecewa betul dengan pemerintah karena (harga) ini belum ada perbaikan,” kata Waji saat dihubungi Republika, Senin (9/9).
Menurut Waji, harga garam dapat saja merangkak naik asalkan pemerintah dan dinas terkait di daerah mau memberikan pembinaan yang berkelanjutan kepada petani. Dia membeberkan, hingga kini petambak garam minim diberikan pembinaan sehingga kualitas garamnya tak mampu menyaingi kualitas garam impor.
Padahal berdasarkan uji laboratorium yang ia lakukan dengan menggunakan dana sendiri, tingkat NaCl garam di beberapa titik mampu mencapai 99,93 persen atau lebih tinggi dari kadar standar garam industri sebesar 97 persen. Artinya secara kualitas, sumber daya alam Indonesia mampu mengakomodasi kebutuhan garam industri maupun garam konsumsi.
“Misalnya sehari itu dua jam seja pemerintah mau membina, datanya dicatat, maka produksi bisa berkembang. Kualitasnya jadi ketahuan, tapi sekarang yang terjadi kan tidak,” kata dia.
Yang terjadi kini, menurut Waji, anjloknya harga membuat mayoritas petambak garam tak balik modal. Misalnya, untuk produksi garam per hektare petambak perlu mengeluarkan ongkos produksi sebesar Rp 20 juta. Jumlah tersebut tak sepadan dengan penghasilan yang didapat dengan harga jual berkisar Rp 250-Rp 150 per kg.