REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) berharap pelonggaran Loan to Value (LTV) dapat menggairahkan sektor kredit pemilikan rumah (KPR) yang sedang lesu. Per Agustus 2019, pertumbuhan kredit properti yakni 8,59 persen, turun dari 12,12 persen tahun lalu (yoy).
Tahun lalu, LTV pada rumah pertama sudah dilonggarkan hingga 100 persen. Artinya, memungkinkan biaya uang muka KPR sebesar nol persen. Salah satu bauran kebijakan, kelonggaran LTV KPR terbaru sebesar 5-10 persen diterapkan untuk rumah kedua.
Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial, Juda Agung mengatakan kebijakan ini berlaku bagi bank dengan rasio kredit bermasalah maksimal lima persen. Karena penyaluran kredit tetap harus dilakukan secara prudent.
Pelonggaran LTV kali ini tergantung pada tipe rumah, mulai dari tipe di atas 70, antara 21-70, dan di bawah tipe 21. Juga tergantung pada akad yang digunakan, jika pada bank syariah. Akad KPR murabahah dan istishna berbeda dengan MMQ dan IMBT.
Misal, saat ini rasio LTV untuk rumah kedua tipe rumah tapak dan rumah susun atas 70 yakni sebesar 80 persen. Setelah pelonggaran rasio LTV menjadi 85 persen. Untuk akad murabahah dan istishna yang awalnya 80 persen menjadi 85 persen.
Sementara untuk akad MMQ dan IMBT, semula 85 persen menjadi 90 persen. Selain itu, kelonggaran rasio ini ditambah bagi bangunan yang berwawasan lingkungan sebesar lima persen lagi. Artinya, bangunan-bangunan yang mengikuti standar green building mendapat total kelonggaran 10 persen.
Juda mengakui bahwa relaksasi tahun lalu belum signifikan meningkatkan KPR. Belum banyak juga bank-bank yang menerapkan kelonggaran uang muka. Selain itu, bunga KPR masih terpantau tinggi di pasar.
"Tapi kami melihat tetap ada segmen properti perumahan tertentu yang kreditnya naik, dan menurun para pengembang ini cukup mendorong pertumbuhan," kata dia.
Ia merujuk pada segmen rumah tapak tipe di atas 70 dan kurang dari 21. Pertumbuhan KPR tipe rumah di bawah 21 sebesar 1,40 persen pada Agustus 2018, naik menjadi 7,27 persen pada Agustus 2019.
Menurut Juda, pihak yang sebenarnya paling menggeliatkan kredit properti adalah investor. Sehingga kebijakan tersebut diharap bisa mengoptimalkan ketertarikan investor pada segmen properti.
Ditambah dengan suku bunga acuan yang telah turun hingga tiga kali, diharapkan semakin mendorong transmisi penurunan bunga KPR perbankan. Semakin rendah suku bunga acuan, suku bunga kredit juga menurun dan mendorong peningkatan debitur.
"LTV ini diharapkan bisa mendorong permintaan rumah," kata dia.
Kebijakan ini baru mulai berlaku 2 Desember 2019. Sehingga efeknya baru bisa diterasa tahun depan. Pelonggaran LTV bersama bauran kebijakan lainnya diharapkan membawa pertumbuhan kredit di kisaran batas tengah antara 10-12 persen.