REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Direktur Utama Perum Bulog Sutarto Alimoeso mengharapkan Perum Bulog melaporkan dugaan penyimpangan atau kampanye negatif yang dilakukan oknum penyalur beras Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Sutarto mengatakan pelaporan kepada penegak hukum bisa menyelesaikan masalah penyimpangan atau kampanye negatif tersebut.
"Kalau ada yang bermain-main, diproses hukum saja sehingga tidak jadi polemik. Kalau ada masalah tinggal dibuktikan yang mana," kata Sutarto dalam pernyataannya di Jakarta, Kamis (3/10).
Terkait penyaluran BPNT ini, ia mengusulkan penyaluran beras bisa dilakukan lebih cepat sejak awal Januari, agar hasil menjadi lebih optimal dan tidak ada beras menumpuk di gudang. "Coba kalau sudah dimulai sejak Januari lalu, artinya sebagian besar berasnya sudah keluar kemudian bisa membeli beras yang baru," katanya.
Dalam kesempatan terpisah, pengamat ekonomi Indef Rusli Abdullah mengharapkan adanya sistem penyaluran yang lebih efekfif salah satunya dengan membagi wilayah atau regional distribusi beras BPNT. Misalnya, tambah dia, Bulog memegang penuh distribusi di bagian Pulau Jawa atau Sumatera, sedangkan pemasok lain di pulau lain.
Selain itu, ia juga mengingatkan pentingnya upaya agar beras tidak terlalu lama menumpuk di gudang agar kualitas beras BPNT medium ke atas tetap terjaga.
Sementara itu, Direktur Centre For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi menduga jauhnya penyerapan penyaluran beras Bulog lewat program BNPT karena adanya kesalahan internal. Oleh karena itu, menurut dia, Bulog harus memperbaiki sistem pengadaan sejak dari perencanaan hingga eksekusi di lapangan.
Uchok juga mengharapkan adanya kepemimpinan di Bulog yang mau mengambil risiko dan mampu melayani masyarakat.
Sebelumnya, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso menyebut realisasi penyaluran beras untuk program BPNT baru mencapai 30 ribu ton dari alokasi yang sudah disiapkan sebesar 700 ribu ton hingga akhir 2019.
Budi Waseso pesimistis BUMN sektor pangan tersebut tidak mencapai target penyaluran hingga akhir tahun karena kejahatan yang dilakukan oknum atau mafia penyalur beras BPNT.
Menurut dia, salah satu modus penyimpangan yang dilakukan para penyalur beras BPNT adalah dengan melakukan kampanye negatif terhadap beras produksi Bulog.
Oknum melakukan manipulasi dengan cara menukar beras Bulog dengan beras lain yang kualitasnya lebih rendah ke dalam kantung bermerek Bulog. Akibatnya, masyarakat penerima bantuan terkecoh dan mengira bahwa beras bermutu rendah, yakni bau, berkutu dan kusam, adalah beras produksi Bulog.
Buwas memprediksi dengan hambatan yang terus terjadi ini, Bulog hanya akan mampu menyalurkan beras sekitar 90 ribu ton hingga akhir tahun. "Saya minta bantuan agar mafia tidak kurang ajar terus. Paling-paling kalau terus begini, cuma tersalur 90 ribu ton," kata dia.