Senin 18 Nov 2019 17:16 WIB

Ekspor Produk Kayu ke Eropa Ditargetkan Naik 10 Persen

Realisasi ekspor produk kayu ke Eropa pada 2018 mencapai 1,08 miliar dolar AS.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolanda
Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rofi
Foto: Republika/Dedy D Nasution
Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rofi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), menagetkan ekspor produk kayu ke kawasan Uni Eropa pada tahun depan mampu tumbuh 10 persen. Indonesia saat ini menjadi mitra utama negara-negara Uni Eropa dalam ekspor produk kayu pasca diterapkannya lisensi khusus.

Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan, Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari KLHK, Rofi'i mengatakan, produk kayu asal Indonesia tergolong produk-produk yang bernilai tinggi. Ia memastikan, upaya peningkatan ekspor akan diikuti dengan penambahan kapasitas produksi dalam negeri.

"Produk kita kualitasnya bagus dan tidak bisa digantikan dengan negara lain seperti Vietnam. Kayu-kayu Indonesia termasuk mahal seperti Jati, Mahoni, Sonokeling dan itu sudah punya pasar yang jelas," kata Rofi'i saat dijumpai di kawasan Jakarta Barat, Senin (18/11).  

Mengutip data KLHK, nilai ekspor produk kayu Indonesia ke Uni Eropa pada 2017 lalu mencapai 994,5 juta dolar AS. Setahun berikutnya, naik sekitar 8,5 persen menjadi 1,08 miliar dolar AS. Adapun, realiasi ekspor tahun ini kurun waktu 1 Januari sampai 18 November baru mencapai 963 juta dolar AS.

"Goal kita ke depan semakin banyak negara yang mengakui produk kita," kata Rofi'i.

Sebagai informasi, sejak 10 tahun yang lalu pemerintah Indonesia resmi menerapkan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) sebagai sistem untuk mendukung pemberantasan pembalakan liar dan ekspor kayu secara ilegal. SVLK diwajibkan bagi seluruh pelaku usaha di bidang kehutanan dan industri kayu agar ada kepatuhan terhadap aturan pemerintah.

Mulai tahun 2016, Indonesia menjadi negara pertama di dunia yang menerapkan Voluntary Partnership Agreement - Forest Law Enforcement Governance and Trade (VPA FLEGT) dalam kerangka perjanjian ekspor kayu Indonesia ke Uni Eropa. VPA FLEGT menjadi lisensi yang digunakan Uni Eropa. Tujuannya, agar seluruh produk kayu yang datang dari Indonesia terjamin aspek legalitasnya.  

Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia, Vincent Piket, menuturkan, Indonesia saat ini menjadi contoh bagi negara-negara lain yang ingin mendapatkan lisensi FLEGT dari Uni Eropa. Sejak tahun 2016 hingga saat ini, pihaknya telah menerbitkan 39 ribu sertifikat SVLK berlisensi FLEGT untuk ekspor kayu dari Indonesia.

"Indonesia menjadi yang pertama dan memimpin industri produk kayu untuk Eropa dan ini membuat pasar bagi Indonesia terus terbangun," kata Vincent.

Ia menyampaikan, pasar produk olahan kayu di kawasan Uni Eropa sangat terbuka lebar bagi negara produsen. Karena itu, pihaknya meyakini kapastias ekspor kayu dari Indonesia akan terus berkembang jika dipromosikan dengan baik.

Vincent mengatakan, selama satu dekade terakhir, kerja sama keduanya semakin penting di tengah besarnya ancaman perubahan iklim. Karena itu, Uni Eropa harus terus memperbaiki standar produk kayu yang masuk ke Eropa, terutama dari aspek kelestarian nya.

"Selain itu, bagaimana agar UMKM bisa berpartisipasi dalam perdagangan kayu legal dengan biaya minimum sehingga tidak terbebani," ujar dia. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement