Rabu 15 Jan 2020 22:23 WIB

PDIP Tegaskan tak Ajukan PAW ke KPU

Tim hukum DPP PDIP menegaskan partainya tidak pernah ajukan PAW ke KPU.

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto (tengah) didampingi Ketua DPP Bidang Hukum, HAM dan Perundang-Undangan Yasonna Laoly (kedua kiri), Ketua DPP Bidang Hubungan Luar Negeri Ahmad Basarah (kiri) serta tim hukum PDIP Teguh Samudera (kedua kanan) dan I Wayan Sudirta (kanan) saat menyampaikan keterangan pers di kantor DPP PDIP, Jakarta, Rabu (15/1/2020).
Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto (tengah) didampingi Ketua DPP Bidang Hukum, HAM dan Perundang-Undangan Yasonna Laoly (kedua kiri), Ketua DPP Bidang Hubungan Luar Negeri Ahmad Basarah (kiri) serta tim hukum PDIP Teguh Samudera (kedua kanan) dan I Wayan Sudirta (kanan) saat menyampaikan keterangan pers di kantor DPP PDIP, Jakarta, Rabu (15/1/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim hukum DPP PDI Perjuangan menegaskan, PDI Perjuangan tidak pernah mengajukan pergantian antar waktu (PAW) terhadap Riezka Aprilia dengan Harun Masiku. Hal itu disampaikan tim hukum DPP PDIP untuk meluruskan informasi yang beredar terkait kasus dugaan suap yang menyeret Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan caleg PDIP Harun Masiku yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Yang benar adalah pengajuan penetapan calon terpilih setelah wafatnya Caleg atas nama Nazaruddin Kiemas," kata Koordinator Tim Pengacara DPP PDIP, Teguh Samudra di Kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta, Rabu (15/1).

Baca Juga

Menurutnya, persoalan penetapan calon terpilih berdasarkan Permohonan Pelaksanaan Putusan Mahkamah Agung RI yang biasa dilakukan oleh partai politik merupakan persoalan sederhana. "Yakni sebagai bagian dari kedaulatan Parpol, yang pengaturannya telah diatur secara tegas dan rigid dalam peraturan perundang-undangan," kata Teguh Samudera, dalam konferensi persnya.

Pengajuan penetapan calon terpilih yang dimohonkan kepada KPU oleh PDIP adalah berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI No.: 57P/HUM/2019. Tertanggal 19 Juli 2019 terhadap uji materi Peraturan KPU dan juga Fatwa Mahkamah Agung RI. "Sehingga tidak ada pihak manapun baik Parpol atau KPU yang dapat menegosiasikan hukum positif dimaksud," ujar Teguh.

Teguh lalu menjelaskan lebih jauh, setelah ada putusan MA terkait hasil judicial review Peraturan KPU yang mengabulkan permohonan PDIP, maka pimpinan partai meminta agar KPU mengabulkan permohonan agar lembaga penyelenggara pemilu itu melaksanakannya. Yakni memasukkan suara yang diperoleh Alm Nazaruddin Kiemas ke perolehan suara calon nomor urut 5, Harun Masiku. Dengan itu, seharusnya KPU menetapkan Harun sebagai peraih suara terbesar di dapil dimaksud.

Tapi KPU menafsirkan lain dan menyatakan tidak bisa demikian. Sehingga PDIP kembali meminta kepada MA untuk mengeluarkan fatwa tentang makna sebenarnya putusan itu secara hukum yuridis. Dikeluarkanlah fatwa, dan oleh PDIP diminta lagi kepada KPU untuk melaksanakannya. Semuanya dalam konteks pengajuan penetapan calon terpilih, bukan PAW.

"Sudah dilandasi atau dikuatkan dengan fatwa, KPU lagi-lagi menolaknya. Yang terjadi seperti itu," kata Teguh.

Terminologi PAW dengan pengajuan penetapan calon terpilih itu berbeda. Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto, yang juga ikut dalam konferensi pers itu, menyatakan meluruskan terminologi "PAW" itu menjadi penting. Sehingga semua pihak tahu bahwa surat-surat yang diajukan partainya ke KPU adalah sebagai pemenuhan ketentuan legalitas terkait dengan perundang-undangan sebelum penetapan anggota legislatif terpilih.

"Dimana kursi itu adalah kursi milik partai. Maka kami telah menetapkan berdasarkan keputusan MA bahwa calon terpilih itu adalah Saudara Harun Masiku. Hanya saja ini tidak dijalankan oleh KPU," kata Hasto.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement