REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Kepala Bagian Humas Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, Febriadhitya Prajatara, mengklaim pihaknya rutin melakukan pengerukan atau normalisasi Sungai Kalimas. Pengerukan tersebut dimaksudkan untuk mengantisipasi luapan air sungai, dan membersihkan saluran lain yang terkoneksi dengan Kalimas.
"Khawatirnya, luapan tersebut dapat menimbulkan dampak lain, seperti genangan di lingkungan pemukiman masyarakat maupun tempat-tempat lainnya. Luberan air sungai juga bisa terjadi, karena kapasitasnya tak mampu menampung tingginya curah hujan, akibat adanya pendangkalan (sedimentasi)," kata Febri di Surabaya, Ahad (19/1) lalu.
Febri mengungkapkan, pengerukan di Sungai Kalimas telah dilakukan dilakukan Pemkot Surabaya sejak Jumat (17/1). Kegiatan yang bertujuan menambah kapasitas sungai itu, dilakukan mulai Taman Lalu Lintas hingga DAM Karet Gubeng. Panjang area sungai yang dikeruk diperkirakan lebih dari satu kilometer.
“Pemeliharaan ini rutin dilakukan, paling tidak satu tahun sekali. Kapasitas sungai yang sebelumnya tinggi, karena sedimentasi jadi berkurang. Makanya, pengerukan ini, untuk mengembalikan kapasitas saluran seperti semula,” kata Febri.
Febri mengatakan, dalam dua hari pengerukan, hasil yang didapat sedikitnya 26 rit. Satu rit sama dengan satu dump truck atau sekitar 7 meter kubik. Di tahun sebelumnya, hasil pengerukan mencapai 6.570 rit dalam satu tahun. Kala itu, pengerukan dilakukan di sepanjang Sungai Kalimas. Meliputi, Saluran Kalimas di Jl. Akhmad Jais, Jl. Kramat Gantung, Jl. Peneleh, Jl. Kalimas Barat, Jembatan Merah di sisi Utara dan Selatan, Jl. Semut Kali, dan Jl. Ngemplak.
Febri mengungkapkan, selain sedimentasi, pengerukan juga menghasilkan sampah. Dalam melakukan pengerukan, DPUBMP mengerahkan eskavator dan sejumlah dump truck untuk mengangkut sedimentasi.
“Biasanya tanah sedimen ini dibuang di bekas tanah kas desa untuk dibuat lapangan futsal atau lainnya. Kadang, ada juga yang dibutuhkan untuk pembuatan taman, karena tanah sedimen dinilai lebih subur,” kata Febri.
Febri mengungkapkan, sejumlah sungai yang melintasi kawasan Kota Surabaya, kewenangan pengelolaannya berada di beberapa instansi. Di samping Sungai Kalimas yang dikelola Perum Jasa Tirta, ada juga Kali Lamong yang pemeliharaannya di bawah kewenangan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Bengawan Solo.
Kemudian ada Kali Makmur Wiyung yang dikelola oleh BBWS Brantas, serta Kali Perbatasan berada di bawah naungan Dinas PU Pengairan Provinsi Jawa Timur. “Kalau kita mau pengerukan, kita koordinasikan dulu. Karena kadang mereka juga punya agenda yang sama,” ujar Febri.
Saat ditanya, mengapa Pemkot Surabaya yang lebih proaktif melakukan pengerukan di Sungai Kalimas, Febri menyebut, hal itu dilakukan untuk mencegah banjir akibat luapan sungai. Pasalnya, Kalimas juga menjadi muara dari beberapa saluran air tersier dan sekunder yang ada di sekitar lingkungan warga. Di sisi lain, selama ini pihak Perum Jasa Tirta selaku pengelola kurang optimal dalam melakukan tugasnya untuk melakukan normalisasi.
Menurut dia, ketidakoptimalan Perum Jasa Tirta menjalankan tugasnya di Kalimas, diperkirakan akibat begitu panjangnya Daerah Aliran Sungai (DAS) yang dikelola. Yakni mulai dari Malang, Karangkates, Tulung Agung, Kediri, Kali Porong, dan Kalimas yang berada di Surabaya.
“Mungkin banyak yang diurusi. Kemudian, mereka (Perum Jasa Tirta) memandang, Surabaya mempunyai banyak tenaga operasional untuk melakukan pengerukan,” kata Febri.
Febri menambahkan, pengerukan saluran tak hanya dilakukan di saluran air primer seperti Sungai Kalimas. Pengerukan saluran dilakukan oleh DPUBMP Kota Surabaya ke seluruh kawasan. Semua rayon melakukan pengerukan dengan menggunakan alat berat dan manual.
“Teman-teman (petugas DPUBMP) rutin memantau elevasi saluran air. Kalau tinggi, biasanya karena ada penyumbatan atau sedimen. Kalau sedimen, kita keruk di saluran-saluran tersebut, dengan menggunakan alat-alat yang ada,” kata dia.