Senin 10 Feb 2020 17:01 WIB

APPI: Leasing Masih Bisa Tarik Kendaraan Debitur Macet

Perusahaan leasing tetap boleh menarik kendaraan debitur macet tanpa lewat pengadilan

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Jual beli atau kredit mobil (ilustrasi).
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Jual beli atau kredit mobil (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perusahaan leasing atau multifinance masih tetap bisa menarik kendaraan dari debitur tanpa melalui pengadilan negeri (PN) pasca-putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang Fidusia. Putusan MK justru memperjelas Pasal 15 Undang-undang (UU) Nomor 42 Tahun 1999 tentang Wanprestasi atau Cedera Janji antara Debitur dan Kreditur.

Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno mengatakan perusahaan leasing masih tetap bisa menarik kendaraan dari debitur macet yang sebelumnya telah diperingatkan.

Baca Juga

"Dengan catatan, prosedur sudah dijalankan,” ujarnya saat acara Infobanktalknews Media Discussion di Go Work, Jakarta, Senin (10/2).

Menurutnya saat ini ada simpang-siur pendapat di masyarakat pasca-putusan MK No. 18/PUU-XVII/2019 tertanggal 6 Januari 2020 soal Fidusia. "Seolah-olah pemegang hak fidusia (leasing) tidak boleh melakukan eksekusi sendiri, tapi harus mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi kepada pengadilan negeri," ucapnya.

Padahal, lanjut dia, perusahaan leasing masih bisa menarik kendaraan dari debitur macet tanpa pengadilan. "Keputusan MK itu tidak bisa dibaca sepotong-sepotong. Ada ruang lebar untuk mengeksekusi jaminan debitur macet,” ucapnya.

Dalam putusan MK disebutkan, perusahaan leasing tetap boleh melakukan eksekusi tanpa lewat pengadilan dengan syarat pihak debitur mengakui adanya wanprestasi. Sepanjang pemberi hak fidusia (debitur) telah mengakui adanya cedera janji atau wanprestasi dan secara sukarela menyerahkan benda yang menjadi obyek dalam perjanjian fidusia. Maka menjadi kewenangan sepenuhnya bagi penerima fidusia (kreditur) untuk dapat melakukan eksekusi sendiri (parate executive).

Putusan MK juga menyatakan mengenai wanprestasi antara pihak debitur dan kreditur harus ada kesepakatan terlebih dahulu untuk menentukan kondisi seperti apa yang membuat wanprestasi.

"Jadi, ada perjanjian sebelumnya, berapa pinjamannya, berapa bunga yang harus dibayar, termasuk jangka waktunya. Juga batas waktu pembayaran angsuran, bagaimana jika tidak membayar angsuran, dan berapa dendanya," ucapnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement