REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Posisi Investasi Internasional (PII) Indonesia mencatat kewajiban neto sebesar 338,2 miliar dolar AS pada 2019. Jumlah tersebut meningkat dibandingkan dengan posisi kewajiban neto pada 2018 sebesar 317,3 miliar dolar AS.
Adapun rasio kewajiban neto PII terhadap produk domestik bruto (PDB) pada akhir 2019 tercatat 30,2 persen, turun dibandingkan dengan rasio pada pada akhir 2018 sebesar 30,4 persen, kata Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) dalam info terbarunya di Jakarta, Jumat (27/3).
Dijelaskan, pada 2019, posisi Kewajiban Finansial Luar Negeri ( KFLN) meningkat sebesar 47,6 miliar dolar AS (7,2 persen yoy), terutama dipengaruhi oleh meningkatnya arus masuk modal berjangka panjang di tengah berlanjutnya ketidakpastian di pasar keuangan global.
Sementara itu, posisi Aset Finansial Luar Negeri (AFLN) juga meningkat 26,6 miliar dolar AS (7,7 persen yoy) terutama didorong oleh naiknya simpanan penduduk pada perbankan di luar negeri.
Dekom BI juga mengungkapkan PII Indonesia mencatat kewajiban neto 338,2 miliar dolar AS atau 30,2 persen dari PDB pada akhir triwulan IV 2019, meningkat dibandingkan dengan posisi kewajiban neto pada akhir triwulan sebelumnya 324,1 miliar dolar AS atau 29,7 persen dari PDB.
Peningkatan kewajiban neto tersebut disebabkan oleh kenaikan KFLN yang lebih besar dibandingkan dengan kenaikan AFLN.
Dijelaskan, peningkatan posisi KFLN yang utamanya dalam bentuk investasi portofolio dan investasi langsung, merupakan cerminan kepercayaan investor yang tinggi terhadap prospek perekonomian Indonesia yang tetap baik dan imbal hasil aset keuangan domestik yang masih menarik.
"BI memandang perkembangan PII Indonesia pada triwulan IV 2019 dan keseluruhan 2019 tetap sehat. Hal ini tercermin dari struktur kewajiban neto PII Indonesia yang masih didominasi oleh instrumen berjangka panjang," katanya.
Meski demikian, BI akan tetap mewaspadai risiko kewajiban neto PII terhadap perekonomian Indonesia.
Ke depan, BI meyakini kinerja PII Indonesia akan makin baik sejalan dengan stabilitas perekonomian yang terjaga dan pemulihan ekonomi Indonesia yang berlanjut didukung oleh konsistensi dan sinergi bauran kebijakan BI, kebijakan fiskal, dan reformasi struktural.