Kamis 09 Apr 2020 14:48 WIB

Dikabulkannya Doa Seorang Budak

Dia meletakkan kepalanya di tanah dan berdoa

Gurun pasir (ilustrasi)
Foto: tangkapan layar Reuters/Jumana el-Heloueh
Gurun pasir (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Kisah berikut ini, datang dari seorang tokoh pada masa generasi tabiin, Abdullah bin al-Mubarak. Salah satu kebiasaan yang kerap dilakukan oleh sosok yang dikenal alim dan ahli ibadah itu adalah menetap beberapa hari di Makkah, setelah melaksanakan haji atau umrah.

Suatu ketika, dalam lawatannya ke Makkah, kota suci umat Islam itu tengah dilanda paceklik. Hujan yang tak kunjung turun memicu gagal panen.

Melihat kondisi seperti itu, pemuka agama dan masyarakat berbondong-bondong menuju lapangan untuk melaksanakan shalat Istisqa. Ibn al-Mubarak pun tak ketinggalan turut serta dalam shalat tersebut

Namun, setelah selesai shalat dan memanjatkan doa kepada Allah, tidak ada sama sekali tanda hujan akan turun. Sampai menjelang malam pun, kondisi awan tidak berubah.

Akhirnya, keesokan harinya penduduk Makkah kembali melaksanakan shalat Istisqa. Namun, tetap nihil, tidak ada pertanda hujan turun, bahkan hingga shalat Istisqa kali ketiga dilaksanakan, hujan tak lekas turun. Timbul niat Ibn bin al-Mubarak untuk shalat minta hujan sendiri di tempat yang sunyi. Tempat  sunyi memisahkan diri dari orang-orang untuk berdoa kepada Allah SWT, tentunya sebuah gua tujuannya.

"Mudah-mudahan Allah melimpahkan rahmat-Nya dan mengabulkan doaku sehingga hujan bisa turun," katanya dalam hati, seperti dikisahkan 1001 Kisah Muslim.

Ia berjalan pelan-pelan saat orang masih berada pada tempat duduknya di tengah-tengah lapang sambil memanjatkan doa-doa. Tempat yang ia tuju adalah perbukitan yang masih di sekitar Makkah.

Setelah sampai pada sebuah bukit, dia menemukan sebuah gua yang lubangnya hanya bisa dimasukkan satu orang dewasa dengan cara menyamping.

Ibn al-Mubarak mengintip sedikit untuk mengetahui apakah di dalam bisa digunakan untuk shalat. Setelah mengetahui ruang di dalam gua lapang, akhirnya dia memutuskan untuk masuk dan shalat istisqa.

Namun, baru saja Ibnu al-Mubarak masuk, tiba-tiba pemuda berkulit hitam masuk ke dalam gua. Dari pakaian dan penampilannya, memang pemuda ini seperti seorang budak. Entah sengaja atau tidak, meski mengetahui di dalam gua sudah terdapat orang, pemuda itu tidak menyapa atau mengucapkan salam layaknya orang yang beriman.

Sang pemuda malah cuek dan langsung menunaikan shalat dua rakat. Setelah mengucap salam, ia meletakkan kepalanya di tanah dan berdoa."Ya Allah, sesungguhnya mereka itu adalah hamba-hamba-Mu, mereka telah melaksanakan shalat Istisqa selama tiga hari, tetapi Engkau belum berkenan juga menurunkan hujan. Maka, demi keagungan dan kemuliaan-Mu, aku tidak akan mengangkat kepalaku hingga Engkau menurunkan hujan kepada kami."

Beberapa waktu lamanya ia dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba datang awan hitam bergulung-gulung, kemudian hujan turun dengan derasnya. Lelaki itu segera mengangkat kepalanya dan keluar gua, berjalan menembus hujan tanpa berkata apa-apa.

Tertegun

Ibnu al-Mubarak tertegun melihat pemandangan itu dan segera setelah tersadar, ia berjalan mengikuti lelaki hitam itu menembus hujan.

Ia terus membuntutinya hingga memasuki perkampungan dan pemuda itu memasuki rumah yang cukup bagus. Ia duduk diam di depan rumah itu beberapa waktu lamanya, sampai seseorang keluar.

Ibnu al-Mubarak berkata, "Rumah siapakah ini?"

Lelaki itu berkata, "Rumah Tuan Fulan bin Fulan!!"

"Bisakah saya membeli budak dari dirinya?" Kata Ibnu al-Mubarak lagi.

Lelaki itu berkata, "Bisa dan silakan masuk!!"

Sang pemilik rumah menemui Ibnu al-Mubarak sambil membawa seorang budak yang bagus wajahnya dan tampak cekatan, tetapi ia berkata, "Aku tidak menginginkan orang ini, apakah engkau mempunyai budak lainnya?"

"Baiklah!" kata sang pemilik rumah, sambil memerintahkan untuk memanggil budak lainnya.

Satu atau dua orang budak lagi ditunjukkan, tetapi Ibnu al-Mubarak berkata, "Aku menginginkan yang lainnya, apakah engkau masih memilikinya?"

Tujuan utamanya adalah pemuda berkulit hitam yang ia jumpai di gua. Orang itu berkata, "Saya memang masih memiliki satu orang lagi budak, tetapi ia sangat tidak pantas bagi Tuan," katanya.

"Mengapa?," tanya Ibnu al-Mubarak.

Orang itu berkata, "Karena dia seorang yang pemalas, Tuan tidak akan memperoleh manfaat apa-apa dari dirinya."

Ibnu al-Mubarak berkata, "Bawalah dia kemari, aku ingin melihatnya."

Budak itu segera didatangkan, dan memang lelaki hitam yang ditemuinya di dalam gua tersebut. Tampak kegembiraan di matanya dan segera ia berkata, "Aku ridha dengan orang ini, berapa engkau ingin menjualnya!"

Orang itu berkata, "Saya dahulu membelinya dua puluh dinar, tetapi sekarang tidak laku walau hanya sepuluh dinar!"

"Saya akan membelinya seharga sepuluh dinar darimu!" kata Ibnu al-Mubarak, yang langsung mengeluarkan uang sepuluh dinar dan memberikannya kepada orang itu.

Ibnu al-Mubarak membawa budak hitam itu ke tempat tinggalnya. Budak hitam yang selama itu hanya diam saja, tiba-tiba berkata, "Wahai Ibnu al-Mubarak, mengapa engkau membeli aku, aku tidak akan mengabdi dan melayani dirimu!"

Ibnu al-Mubarak terkejut karena budak itu mengetahui dan menyebut namanya. Padahal, ia belum pernah memperkenalkan diri, termasuk kepada pemilik sebelumnya.

Namun, justru hal itu memperkuat dugaannya sebelumnya, segera saja Ibnu al-Mubarak berkata, "Bukan seperti itu, justru aku yang akan melayani kamu, siapakah namamu?" Budak hitam itu berkata, "Para kekasih Allah tentu mengenal kekasih-Nya!"

Ketika pemuda itu akan beranjak untuk berwudhu, Ibnu al-Mubarak segera mengambil air untuknya dan mempersiapkan sandal, serta menunjukkan kamar untuk dirinya.

Di dalam kamar, lelaki hitam itu shalat dua rakaat. Ibnu al-Mubarak yang memang sengaja menguping, mendengar dia berdoa setelah shalatnya, layaknya sedang bersyair (berpuisi).

"Wahai Tuhan pemilik rahasia, rahasia telah menjadi nyata (terbuka), saya tidak lagi menginginkan kehidupan ini, setelah rahasia hidupku diketahui," kata pemuda itu dalam doanya.

Berselang beberapa lama, Ibnu al-Mubarak tidak lagi mendengar suara atau gerakan apa pun, maka ia masuk ke dalam kamar dan mendapati sang pemuda telah meninggal.

Ia segera mengurus jenazahnya dengan penuh hormat, hingga memakamkannya. Hanya sedikit orang yang membantu dan mengiringi jenazahnya. Namun, bagi Ibnu al-Mubarak, kondisi tersebut justru dianggap sebuah penghormatan karena ia sendiri yang akhirnya banyak berperan dalam mengurus jenazah kekasih Allah tersebut.

sumber : Pusat Data Republika
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement