REPUBLIKA.CO.ID, Salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW, Abdullah bin Hudzafah as-Sahmi, adalah panglima kaum Muslimin yang saat itu diberangkatkan oleh Umar bin Khattab untuk ikut serta dalam pembebasan negeri Syam. Ia diberi misi memerangi penduduk Kaisariah, sebuah kota benteng di wilayah Palestina, tepatnya di tepi Laut Tengah. Namun ia gagal dalam salah satu pertempuran. Dia pun tertangkap oleh tentara Romawi.
Dari salah satu tulisan Muhammad Amin Al-Jundi dalam buku Hiburan Orang-Orang Shalih, dikisahkan sosok Abdullah bin Hudzafah pun dibawa pulang oleh tentara tersebut menuju negeri mereka. Kepada raja Romawi mereka menyatakan bahwa ia adalah salah satu sahabat Nabi Muhammad. Mendengar itu, sang raja pun merasa memiliki kesempatan untuk menyakiti dan menyiksa kaum Muslimin.
Ia pun ingin melihat sosok Abdullah bin Hudzafah secara langsung. Ia ingin menguji seberapa kuat agama yang ia miliki dan ingin menjauhkannya dari agama Islam. Sang raja memulai dengan memberikan bujukan dan penawaran.
Kepada Abdullah bin Hudzafah, ditawarkan berbagai pilihan yang menggiurkan, mulai sejumlah harta, dinikahkan dengan sang putri kerajaan, hingga seluruh harta dan kerajaan yang ia miliki. Sang raja berkata, "Apakah kamu mau memeluk agama Nasrani dan aku hadiahkan kepadamu setengah dari kerajaanku?"
"Seandainya engkau serahkan seluruh kerajaanmu dan seluruh kerajaan Arab, aku tidak akan meninggalkan agama Muhammad SAW sekejap mata pun," ujar Abdullah bin Hudzafah menjawab pertanyaan Raja Romawi.
Raja Romawi pun berujar, "Kalau begitu, aku akan membunuhmu." Dan oleh Abdullah bin Hudzafah dijawab, "Silakan saja."
Sahabat pun dimasukkan ke dalam penjara dan sama sekali tidak diberi makan maupun minum selama tiga hari berturut-turut. Setelah itu, ia ditawari segelas arak dan daging babi sebagai penawar dahaga dan lapar yang sudah ia jalani selama tiga hari. Jelas, Abdullah menolaknya. Selama beberapa hari ke depan, ia tidak menyentuh makanan dan minuman yang ada hingga hampir mati.
Melihat ini, sang raja mengeluarkan ia dari penjara dan bertanya, "Apa yang membuatmu enggap minum arak dan makan daging babi, padahal engkau dalam kondisi kelaparan dan terpaksa?" Sang sahabat menjawab, "Ketauhilah, kondisi darurat memang telah menjadikan hal tersebut halal bagi saya dan tidak ada keharaman bagi saya memakannya. Namun, saya lebih memilih untuk tidak memakannya sehingga saya tidak memberikan kesempatan kepadamu untuk bersorak melihat kemalangan Islam."
Raja Romawi pun memerintahkan agar Abdullah dilemparkan ke dalam air mendidih. Namun, ketika hendak dilemparkan, sang sahabat menangis. Para tentara yang bertugas pun melaporkan hal ini kepada raja mereka. Ia mengira Abdullah bin Hudzafah menangis karena takut mati serta menunjukkan bahwa ia mundur dari posisinya dan membatalkan ketetapan hatinya serta mengabulkan keinginan sang raja untuk memeluk agama Nasrani.
Raja pun kembali memanggil sahabat ini. Dia menawarkan untuk masuk ke agama Nasrani. Namun, jelas hal ini kembali ditolak. "Lalu mengapa engkau menangis?" tanya sang Raja. "Sa ya menangis karena saya menyesal mengapa nyawaku cuma satu. Aku berharap memiliki nyawa sebanyak rambut yang ada di tubuhku dan semuanya diceburkan ke dalam panci itu sehingga semuanya mati di jalan Allah," jawab Abdullah bin Hudzafah. Jawaban ini membuat raja mengakui kekalahannya. Ia merasa memiliki harta, pangkat, kekuatan, dan dunia. Namun, berhadapan dengan seorang Muslim yang tidak bersenjata dan tidak menyandang apa-apa. Ia pun memberikan tawaran terakhir sebagai bentuk kekalahannya.
Demi menjaga martabatnya, raja Romawi ini berkata, "Hai Abdullah bin Hudzafah, maukah kamu mengecup kepala ku? Saya akan membebaskanmu dan melepas kanmu". Mendengarnya, sahabat Nabi ini menjawab, "Baklah, dengan syarat engkau harus melepaskan semua tawanan kaum Muslimin yang berada di dalam penjara kalian". Berkat Abdullah bin Hudzafah, total 300 tawanan yang ditangkap dan dipenjarakan oleh raja Romawi pun dibebaskan.
Sepulangnya dari kerajaan tersebut, cerita pun sampai di telinga Umar. Ia menghampiri Abdullah bin Hudzafah dan mengecup kepalanya. "Harusnya semua umat Islam mencium kepala Abdullah dan sekarang aku orang pertama yang mencium kepala Ab dullah," ujar Umar sambil mencium kepala Abdullah. Perilaku ini pun berikutnya diikuti oleh sahabat yang lainnya.