REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Michael Saag didiagnosis positif Covid-19 lebih dari satu bulan lalu, tepatnya pada 16 Maret. Peneliti HIV/AIDS kenamaan itu menggambarkan penyakit infeksi virus corona tipe baru tersebut sebagai "horor" yang meliputi demam, nyeri otot, kelelahan, dan kesulitan berpikir.
Menurut Saag, gejala itu muncul akibat adanya peradangan. Sistem kekebalan tubuh manusia secara agresif menyerang virus dan produk sampingan dari perlawanan itu menyebabkan kerusakan tambahan.
“Sistem kekebalan tubuh kita akan rusak mencoba menghilangkan virus ini, tetapi saat melakukannya itu menyebabkan kerusakan secara tidak sengaja ke jaringan lain,” ujar Saag.
Sekarang, Saag sudah pulih sepenuhnya. Bahkan, dokter ahli penyakit menular itu sudah kembali merawat pasien Covid-19 di sebuah klinik di Birmingham, Inggris. Dalam sebuah wawancara dengan NBC News, Saag menceritakan pengalamannya pulih dari Covid-19 tanpa perlu mendapat perawatan di rumah sakit.
Saag mengibaratkan terinfeksi virus corona tipe baru, SARS-CoV-2 rasanya ibarat menaiki roller coaster yang menakutkan. Setiap malam, terasa begitu menyiksa baginya.
Di pagi hari, Saag merasakan kondisinya lebih baik. Dia sempat mengira sudah sembuh, namun rasa sakit datang lagi. Kondisi naik-turun itu berlangsung selama delapan hari berturut-turut.
"Setiap malam terasa sangat buruk. Sebagai dokter, saya tahu apa yang bisa terjadi,” kata Saag.
Dia pun memutuskan tetap terjaga sampai pagi dan merasakan setiap menit berganti sembari memikirkan kemungkinan dia akan membutuhkan ventilator jika pernapasannya terus memburuk. Namun, kenyataannya ia tidak menjalani perawatan apapun. Dia memahami tidak ada perawatan yang terbukti menyembuhkan dari virus corona baru itu.
"Kita punya begitu banyak obat untuk meredakan aneka gangguan kesehatan, sehingga ketika sesuatu muncul yang baru muncul, kita berasumsi dapat mengatasinya,” ujar dia.
Faktanya, tidak demikian dengan Covid-19. Para petugas medis tidak memiliki waktu melakukan uji coba segala obat. Saag pun sempat khawatir salah langkah.
Bersamaan dengan itu, sebuah studi menunjukkan potensi hidroklorokuin dan azitromisin. Saag lalu mengontak 10 rekannya untuk meminta saran tentang penggunaan kedua obat tersebut untuk meredakan gejala Covid-19 yang menderanya.
Manjurkah paduan hidroklorokuin dan azitromisin? Saag belakangan menyadari, obat itu tak boleh dipakai bersamaan tanpa pengawasan dokter.
“Saya benar-benar tidak bisa memberi tahu Anda itu membantu atau menyakitkan. Kalau dipikir-pikir lagi, saya agak malu pada diri saya sendiri, karena saya bisa membahayakan diri saya karena kematian mendadak akibat aritmia,” kata Saag.