Rabu 29 Apr 2020 13:09 WIB

Alasan Dokter Paru Larang Masyarakat Mudik

Setiap orang mudik sangat berpotensi membawa virus pulang kampung.

Petugas kepolisian memeriksa kendaraan di pos pemeriksaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Gerbang Tol Cileunyi, Kabupaten Bandung, Selasa (28/4). Penindakan berupa pemeriksaan surat kendaraan, surat tugas serta mengarahkan kendaraan untuk memutar balik tersebut merupakan tidak lanjut kebijakan larangan penggunaan kendaraan umum dan kendaraan bermotor pribadi untuk mudik
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Petugas kepolisian memeriksa kendaraan di pos pemeriksaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Gerbang Tol Cileunyi, Kabupaten Bandung, Selasa (28/4). Penindakan berupa pemeriksaan surat kendaraan, surat tugas serta mengarahkan kendaraan untuk memutar balik tersebut merupakan tidak lanjut kebijakan larangan penggunaan kendaraan umum dan kendaraan bermotor pribadi untuk mudik

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dokter paru-paru Rumah Sakit Persahabatan dr Andika Chandra Putra mengimbau masyarakat menaati larangan mudik. Mereka diminta tidak mencoba mencari jalur mudik alternatif guna membatasi penularan wabah Covid-19 lebih luas lagi.

"Ini memang sulit karena berhubungan dengan perilaku dan budaya. Mengubah perilaku dan budaya (mudik) memang agak susah," katanya melalui sambungan telepon, Rabu (29/4).

Baca Juga

Ia menyampaikan imbauan tersebut karena masih banyak orang yang mencari jalur mudik alternatif demi sampai ke kampung halaman meski telah ada larangan mudik. Selain untuk bersilaturahim, ia meyakini alasan mudik tersebut juga disebabkan himpitan ekonomi. Namun demikian, ia tetap mengimbau masyarakat untuk bersabar menaati larangan mudik agar tidak terjadi penularan virus SARS-CoV-2, penyebab wabah Covid-19, lebih luas lagi.

"Biarlah kita bersakit-sakit terlebih dahulu. Daripada kita bersakit-sakit dalam jangka waktu yang lama," katanya.

Ia mengatakan, setiap orang yang mudik, terutama orang tanpa gejala (OTG), sangat berisiko membawa virus ke kampung halaman dan menularkan virus tersebut kepada anggota keluarga maupun masyarakat di sekitarnya tanpa sepengetahuan orang tersebut. "Walaupun kita tidak merasa sakit, tapi kita sudah sangat berisiko membawa virus itu karena seluruh Indonesia, terutama Jakarta, sudah menjadi daerah episentrum sehingga kita berisiko menulari keluarga," katanya.

Ia percaya tujuan mudik adalah berbagi kebahagiaan dengan keluarga di kampung halaman. Untuk itu, ia mengingatkan jangan sampai tujuan mulia itu menjadi rusak karena kepulangan seseorang yang justru membawa petaka bagi keluarga mereka.

"(Dengan bersikeras mudik) tujuannya bukan untuk kebaikan, malah jadi mencelakai keluarga di kampung," katanya.

Seseorang, menurut dia, tidak bisa memastikan dirinya terbebas dari Covid-19 atau tidak hingga dia melakukan pemeriksaan swab. Pemeriksaan swab, menurut dia, memiliki sensitivitas-sensitivitas tertentu yang memungkinkan seseorang yang positif lolos dari diagnosis terkena Covid-19. "Artinya ada kemungkinan lolos atau false negative pun ada," katanya.

Kemudian, hasil negatif juga tidak menjamin seseorang akan selamanya terbebas dari virus karena perjalanan mudik, yang sangat memungkinkan kontak fisik dengan orang lain, memperbesar risiko penularan Covid-19. Oleh karena itu, ia mengimbau masyarakat bersabar dan menahan diri untuk tidak mudik ke kampung halaman demi membatasi penularan.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement