Ahad 03 May 2020 07:05 WIB

Ki Hajar Dewantara, Taman Siswa dan Hardiknas

Ki Hajar Dewantara merupakan seorang pahlawan dan bapak pendidikan nasional.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Muhammad Hafil
Ki Hajar Dewantara, Taman Siswa dan Hardiknas. Foto: KI Hajar Dewantara
Ki Hajar Dewantara, Taman Siswa dan Hardiknas. Foto: KI Hajar Dewantara

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Oleh Arif Satrio Nugroho / Wartawan Republika

Baca Juga

“Ing Ngarsa sung tulodha, Ing madya mangun karsa, Tut wuri handayani"

Semboyan tersebut muncul dari seorang tokoh yang jasanya selalu diingat dalam dunia pendidikan di Indonesia Ki Hajar Dewantara. Semboyan tersebut artinya “Di depan memberi teladan, di tengah memberi bimbingan, dan di belakang memberi dorongan". Hingga saat ini, semboyan tersebut relevan dan diterapkan dalam pendidikan di Indonesia.

Ki Hajar Dewantara lahir pada 2 Mei 1889 dengan nama Raden Mas Soewardi Soerjaningrat. Kini, tanggal 2 Mei setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas).

Sebagai putra dari GPH Soerjaningrat, dan cucu dari Pakualam III, tampak jelas bahwa Soewardi lahir dan tumbuh  di lingkungan Pakualaman. Ia mengenyam pendidikan di ELS yang merupakan sekolah dasar Belanda. Ia lalu melanjutkan ke Sekolah Dokter untuk Bumiputera atau STOVIA. Namun, Soewardi tak tamat di Stovia.

Ia aktif di Boedi Oetomo, organisasi pergerakan yang berdiri pada 1908. Ia juga aktif di 'Insulinde' organisasi multietnik yang didominasi darah campuran Belanda dan pribumi untuk memperjuangkan pemerintahan sendiri di Hindia Belanda.

Keterlibatan Soewardi di Insulinde tak lain adalah berkat pengaruh Ernest Douwes Dekker alias Danudirja Setiabudi yang nantinya membentuk Indische Partij bersama dr. Tjipto Mangunkusumo.

Di awal karirnya, Soewardi adalah jurnalis di berbagai surat kabar seperti Oetoesan Hindia, De Expres, Kaoem Moeda dan Tjahaja Timor. Saat menjadi wartawan inilah Soewardi membuat pusing pemerintah Kolonial.

Ia menulis artikel bertajuk "Als ik een Nederlander was" yang artinya Seandainya Aku Seorang Belanda di De Express pimpinan Danudirja pada 13 Juli 1913. Artikel ini menohok para pejabat kolonial. Berdasarkan arsip nasional, berikut Penggalan artikel tersebut.

"Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang telah kita rampas sendiri kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander (pribumi) memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu."

Soewardi diciduk Belanda. Ia lalu meminta diasingkan ke Pulau Bangka, namun Danudirja dan Tjipto tak setuju. Ketiganya pun diasingkan ke Belanda pada 1913 dan saat itu juga tiga pria ini disebut Tiga Serangkai.

Soewardi pulang ke Indonesia pada September 1919. Setelah sempat bergabung dengan sekolah binaan saudaranya, ia kemudian mengembangkan konsep mengajar.

Dari konsep itu, Soewardi mendirikan sekolah yang ia dirikan pada 3 Juli 1922 . Sekolah itu diberi nama Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa atau Perguruan Nasional Tamansiswa untuk masyarakat.

Soewardi mengganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara untuk menanggalkan gelar kebangsawanan 'Raden Mas' yang tersemat di namanya. Sehingga, ia lebih dekat dengan masyarakat.

Tamansiswa memberikan dampak besar pada pendidikan masyarakat, khususnya pribumi. Saat itu, para pribumi non bangsawan begitu sulit mendapatkan pendidikan dengan sistem yang baik.

Pada saat di Tamansiswa ini pula, semboyan “Ing Ngarsa sung tulodha, Ing madya mangun karsa, Tut wuri handayani" muncul.

Setelah Indonesia merdeka, Ki Hadjar Dewantara diangkat menjadi menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Pengajaran Indonesia pada kabinet pertama di bawah Presiden Soekarno pada tanggal 28 April 1959, beliau wafat di Yogyakarta.

Untuk menghormati dan mengingat jasa Ki Hadjar Dewantara ini, tanggal kelahirannya diaperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Hardiknas ditetapkan setelah adanya Surat Keputusan Presiden RI No. 305 Tahun 1959 tertanggal 28 November 1959.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement