REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tuan Guru Bajang (TGB) Muhammad Zainul Majdi mengatakan, hubungan puasa dan keshalehan sangat kuat. Orang yang berpuasa dengan baik dalam Alquran dijanjikan akan mendapat derajat ketakwaan.
Ia menerangkan, ketakwaan kalau dipahami dalam konsep para ulama adalah implementasi dari keshalehan yang sesungguhnya. Kata shaleh merujuk pada sesuatu yang baik atau sumber yang baik. Sehingga dari sana mengalir segala macam kebaikan termasuk keshalehan sosial.
"Implementasi keshalehan dalam kehidupan adalah takwa, jadi ketakwaan dalam dua sisi melaksanakan tuntunan agama dalam kehidupan dan meninggalkan segala macam yang tidak baik, takwa itu medium yang sangat vital untuk mencapai keshalehan yang nyata," kata Tuan Guru Bajang saat diwawancarai Republika beberapa waktu lalu.
Ia mengatakan, jadi dengan melaksanakan puasa dengan baik pasti seseorang akan menjadi orang shaleh. Mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) ini juga menjelaskan tentang puasa fikih, yakni puasa yang memenuhi rukun dan syarat puasa. Di antaranya tidak makan dan minum serta melakukan perbuatan yang membatalkan puasa mulai dari pagi hingga petang.
Kalau melaksanakan puasa secara fikih bisa dikatakan tanggungjawab puasa sudah selesai. Tapi melaksanakan puasa secara fikih saja itu akan sulit mengubah karakter seseorang menjadi karakter yang lebih baik.
"Jadi keshalahen tidak serta merta akan terwujud hanya dengan puasa sescara fikih, Rasulullah selain memberi tuntunan bagaimana puasa secara fikih dilaksanakan, beliau juga memberikan keteladanan bagaimana menunaikan puasa dengan sebaik-baiknya lahir dan batin," ujarnya.
Maka Rasulullah menyampaikan puasa adalah sesuatu yang menjadi penahan diri. Kemudian diberi ilustrasi bila sedang puasa jangan mengucapkan perkataan yang tidak baik, cabul, dan menyakiti orang lain.
"Diilustrasikan oleh Rasulullah, kalau ada orang yang mencela dan mengajak untuk konflik, katakan kepadanya saya puasa, ini artinya Rasulullah mengajarkan dan membuka wawasan kita bahwa puasa tidak sekedar secara fikih saja," jelas Tuan Guru Bajang.
Ia mengatakan, kalau mau puasa Ramadhan menghasilkan keshalehan, maka laksanakan puasa secara fikih dan pastikan agar ruh, semangat serta esensi puasa selalu ada pada diri seorang Muslim. Itulah yang bisa menghasilkan resonansi sosial, puasa bisa menciptakan diri yang lebih stabil dan membersihkan ruang publik. Karena orang-orang bisa menahan diri dari berbicara yang tidak baik serta tidak perlu.