Selasa 19 May 2020 22:48 WIB

Hukum Takbiran Malam Idul Fitri dalam Pandangan Imam Syafii

Imam Syafii berpendapat takbiran malam Idul Fitri sangatlah utama.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Nashih Nashrullah
Imam Syafii berpendapat takbiran malam Idul Fitri sangatlah utama. Malam takbiran (ilustrasi)
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Imam Syafii berpendapat takbiran malam Idul Fitri sangatlah utama. Malam takbiran (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Bertakbir merupakan kegiatan yang dapat dimaknai dengan beragam arti. Yakni untuk mengingat kebesaran Allah, menggelorakan semangat jihad dalam beribadah, hingga bersyukur atas segala nikmat dan musibah yang mendera.

Namun demikian, bertakbir pada malam Idul Fitri memiliki spesifikasi hukum tersendiri yang menarik untuk disimak. Allah SWT berfirman dalam Alquran Surat Al Baqarah ayat 185:

Baca Juga

وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Wa litukmiul-iddata, wa litukabbirullaha ala ma hadakum wa la’allakum tasykurun.” 

Yang artinya: “Dan hendaklah kalian mencukupkan bilangannya dan hendaklah kalian mengagungkan Allah atas petunjukNya yang diberikan kepada kalian, supaya kalian bersyukur.” 

Imam Syafi’i dalam kitabnya berjudul Al-Umm berkata terkait ayat tersebut: “Saya mendengar dari seorang ahli ilmu Alquran yang saya senangi, dia berkata bahwa yang dimaksud ‘dan hendaklah kalian menyempurnakan bilangan’ adalah bilangan puasa  Ramadhan. Dan hendaklah kalian bertakbir mengagungkan Allah ketika menyempurnakan semua itu atas petunjuk hidayah yang telah Allah berikan kepada kalian.” 

Beliau menjelaskan, yang dimaksud dengan penyempurnaan puasa adalah dengan berpuasa sampai matahari terbenam pada hari terakhir dari hari-hari di bulan Ramadhan. Menurut beliau, apabila mereka sudah melihat hilal Syawal, maka mustahab (sesuatu yang dikerjakan Rasulullah satu atau dua kali. Dikerjakan mendapat pahala, ditinggalkan tidak mendapat dosa) hukumnya bagi orang-orang untuk bertakbir baik secara berjamaah maupun secara sendiri-sendiri.

Baik itu di jalan, masjid, pasar, hingga rumah-rumah sekalipun. Baik itu orang-orang yang melakukan perjalanan (musafir) maupun orang mukim pada segala kondisi dan di manapun juga.

Imam Syafi’i berpendapat, dianjurkan bagi umat Muslim untuk melantangkan takbir dan terus melanjutkan takbirnya hingga pagi menjelang. Hingga mereka berangkat ke tempat-tempat sholat, dan setelah pagi itu, sampai imam sholat keluar untuk melaksanakan sholat, baru mereka dapat menghentikan takbir tersebut.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement