Ahad 01 May 2022 21:01 WIB

Prosesi Sholat Idul Fitri

Rasulullah selalu mandi pada hari Jumat, hari Arafah, hari Idul Fitri, dan Idul Adha.

Shalat Idul Fitri di Gumuk Pasir. Umat Islam menunaikan Shalat Idul Fitri 1440 Hijriah di Gumuk Pasir Parangtritis, Yogyakarta, Rabu (5/6/2019).
Foto: Republika/ Wihdan
Shalat Idul Fitri di Gumuk Pasir. Umat Islam menunaikan Shalat Idul Fitri 1440 Hijriah di Gumuk Pasir Parangtritis, Yogyakarta, Rabu (5/6/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Dr KH Syamsul Yakin MA

Sholat Idul Fitri layaknya wisuda massal sarjana bagi alumni madrasah Ramadhan. Sementara itu, Hari Raya Idul Fitri itu sendiri adalah hari pemberian piala. Maka, tak heran kalau pada saat akan sholat Idul Fitri, Nabi SAW menganjurkan untuk mandi, memakai minyak wangi, dan berpakaian rapi.

Fakih bin Sa’d berkata, “Rasulullah SAW senantiasa mandi pada hari Jumat, hari Arafah, hari Idul Fitri, dan hari Idul Adha.” (HR Ahmad). Nafi berkata, “Abdullah bin Umar senantiasa mandi pada Hari Raya Idul Fitri, sebelum berangkat ke tempat sholat.” (HR Malik).

Hari bahagia ini berlaku untuk semua, baik anak-anak maupun orang tua, laki-laki maupun perempuan, semua tumpah ruah. Ibnu Abbas berkata, “Rasulullah SAW memerintahkan anak-anak wanitanya dan istri-istrinya untuk turut serta dalam pelaksanaan sholat Idul Fitri dan Idul Adha.” (HR Ahmad). 

Tak pelak, suasana menjadi penuh sukacita. Ummu Athiyah berkata, “Kami diperintahkan untuk mendatangi tempat sholat, termasuk perawan dalam pingitan dan wanita haid. Posisi mereka di belakang jamaah. Mereka bertakbir dengan takbir kaum Muslimin, dan berdoa dengan doa kaum Muslimin, dengan berharap keberkahan dan kesucian hari tersebut.” (HR Bukhari).

Untuk menunjukkan syiar Islam, Nabi SAW memerintahkan jamaah sholat Idul Fitri untuk berjalan kaki. Ali bin Abi Thalib berkata, “Termasuk sunnah jika kamu keluar mendatangi tempat sholat Idul Fitri dengan berjalan kaki dan memakan sesuatu sebelum datang ke tempat sholat.” (HR Turmudzi). Hal ini berbeda dengan sholat Idul Adha yang dianjurkan untuk tidak sarapan.

Menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam Fatwa al-Nabi fi al-Shalat, Nabi SAW mengakhirkan sholat Idul Fitri. Maksudnya, Nabi SAW berangkat ke tempat sholat menjelang matahari terbit. Dari rumah hingga sampai ke tempat sholat, Nabi SAW membaca takbir. Sesudah itu, beliau langsung sholat dua rakaat tanpa ada adzan dan iqamah.

Lagi-lagi untuk syiar Islam yang sangat penting di Madinah pada waktu itu, setelah melaksanakan sholat Idul Fitri, Nabi SAW mengambil jalan pulang yang berbeda dari ketika beliau datang. Bila memungkinkan kita juga dapat melakukan apa yang pernah dicontohkan Nabi SAW ini. 

Jabir berkata, “Nabi SAW ketika berada pada hari Id (ingin pergi ke tempat sholat, baik datang maupun pulang), beliau membedakan jalan antara pergi dan pulang.” (HR Bukhari). Ada yang berpendapat bahwa yang dilakukan Nabi SAW ini agar seluruh tempat yang dilewati mendapat rahmat Allah SAW.

Prosesi terakhir adalah saling memberi maaf dan meminta maaf. Sebab, inilah ciri orang bertakwa, seperti firman-Nya, “(Yaitu) … orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS Ali Imran [3]: 134).

Khalid bin Ma’dan berkata, “Aku menemui Watsilah bin al-Asqa pada hari Id. Aku berkata, 'Taqabbalallah Minna wa Minka.' Ia menjawab, 'Ya, Taqabbalallah Minna wa Minka.' Watsilah berkata, 'Aku menemui Rasulullah SAW pada hari Id. Aku berkata, 'Taqabbalallah Minna wa Minka.' Nabi SAW menjawab, 'Ya, Taqabbalallah Minna Wa Minka.'" (HR Baihaki).

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement