REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Elba Damhuri*
Sembilan pekan lalu, jagat sepak bola Inggris dan dunia dikejutkan dengan akan masuknya Pangeran Muhammad bin Salman (MBS) ke klub Newcastle United (NUFC). MBS melalui Public Investment Fund (PIF) akan mengakuisisi 80 persen saham Newcastle senilai 300 juta poundsterling (pound) atau hampir Rp 6 triliun.
Kebetulan, fan the Magpies--julukan Newcastle--sudah lama tidak suka dengan pemilik klub Mike Ashley. Fan ingin Mike si raja retail Inggris itu secepatnya hengkang dari Newcastle.
Perseteruan Mike dan fan Newcastle berlangsung sudah lama. Mike dikenal sebagai pemilik klub yang sangat pelit, enggan membeli pemain-pemain top dan mahal. Newcastle pun menjadi klub medioker yang terus berjuang menghindari zona degradasi.
Masuknya PIF dan MBS menjadi semacam oase bagi fan the Toon Army--julukan lain Newcastle yang artinya Pasukan Kota--ini. Era baru penuh haus prestasi pun bisa dimulai dengan masuknya salah satu pangeran terkaya di dunia itu.
Namun, langkah MBS dan PIF menguasai klub kebanggaan warga utara Inggris itu tidak semulus yang dibayangkan. Sejumlah faktor X kini menghalangi penjualan klub--dan bahkan bisa mengancam tidak jadinya MBS menguasai Newcastle.
Qatar dan kematian jurnalis Washington Post Jamal Khashoggi menjadi hambatan utama akuisisi ini. Politik, hukum, dan hak asasi manusia berbaur dalam industri sepak bola yang selama ini selalu dikatakan bebas dari itu semua.
Dengan Qatar dan keluarga syekh Qatar yang juga memiliki klub Paris Saint-Germain (PSG) Prancis, hubungan MBS terutama Arab Saudi sangat buruk. Boleh dikatakan hubungan ini sudah sangat sangat buruk sejak tiga tahun terakhir.
Arab Saudi memutuskan hubungan diplomatik secara sepihak dan menutup semua akses ke Qatar pada Juni 2017. Saudi tidak sendiri. Tiga negara Arab lainnya mengikuti langkah ini, yakni Mesir, Bahrain, dan Uni Emirat Arab (UEA).
Kuartet negara Arab ini menuding Qatar mendukung kaum teroris dan negara musuh mereka. Mereka menuduh Qatar terus berkampanye menjelek-jelekkan mereka melalui jaringan TV Aljazirah.
Mengapa faktor Qatar menjadi penting dalam akuisisi Newcastle oleh MBS? Bein Sports, jaringan televisi pemegang hak siar Liga Inggris global, dikuasai keluarga Qatar.
Hubungan Bein Sports dengan otoritas sepak bola Inggris dan Eropa boleh dikatakan bagus. Qatar punya cukup pengaruh kuat, baik di FA maupun UEFA.
Qatar sebagai pemilik Bein Sports marah karena, setelah pemutusan hubungan diplomatik, terjadi pembajakan besar-besaran siaran Liga Inggris di Arab Saudi.
Bein Sports menuduh BeoutQ, disponsori Saudi dan memiliki hubungan dengan MBS dalam proses akuisisi Newcastle, telah menjadi bajak laut mengerikan dalam siaran Liga Inggris di seluruh Kerajaan Arab Saudi. Bein Sports mengungkap potensi kerugian mencapai 500 juta pound atas tindakan pembajakan oleh Saudi itu.
Bein pun protes ke Liga Premier ketika para pejabat FA mulai melihat apakah akan mengizinkan pengambilalihan klub oleh konsorsium MBS atau tidak.
Bagi Inggris dan Eropa, pembajakan adalah kejahatan sangat besar dan mengerikan. Pembajakan, apa pun bentuk dan jenisnya, musuh bersama yang harus dilawan dan para pelakunya dipenjara.
Konsorsium Saudi dan MBS sudah menyatakan jika mereka tidak berada di belakang perompakan itu. Mereka juga mengaku tidak mengendalikan jaringan BeoutQ.
Saat ini mereka mulai melobi menteri-menteri Qatar untuk mencari resolusi. Belum ada jawaban pasti apakah Bein dan Qatar bersedia menerima tawaran-tawaran konsorsium PIF atau tidak.
Sebetulnya, akuisisi ini bisa menjadi pintu masuk untuk terciptanya lagi hubungan diplomatik antara Saudi dan Qatar. Newcastle menjadi klub yang menyatukan perseteruan tajam negara-negara Arab.
Faktor X kedua yang mengganjal PIF menguasai Newcastle adalah kasus kematian Khashoggi. Khashoggi meninggal di konsulat Saudi di Turki. Kematiannya melibatkan orang-orang di sekeliling MBS.
Khashoggi tidak hanya dibunuh. Mayatnya dipotong-potong, dimutilasi hingga tak berbentuk lagi. Makamnya pun tidak jelas.
Turki sangat murka atas kematian Khashoggi. Konflik Saudi-Turki pun tak terhindarkan sampai sekarang. Turki termasuk yang berkampanye Inggris menolak masuknya MBS ke Newcastle.
Kekasih Khashoggi, Hatice Cengiz, bahkan sudah membuat surat terbuka kepada otoritas sepak bola Inggris untuk menolak penawaran MBS. Bagi dia, Inggris hanya mencoreng demokrasi dan penegakan hukum jika membolehkan MBS membeli Newcastle.
MBS merasa lega--meski kekasih Khashoggi begitu marah--putra sang jurnalis, Salah Khashoggi, sudah menerima permintaan maaf Saudi. Bahkan, MBS dan putra Khashoggi itu sudah bertemu di kerajaan, melupakan semua yang sudah terjadi.
Sikap fan Newcastle pun terbelah meski secara umum mereka ingin Mike Ashley didepak. Persoalan hak asasi manusia menjadi catatan khusus fan. Kasus Khashoggi mencerminkan ada persoalan HAM serius di sana.
Bagaimana kelanjutan akusisi Newcastle United ini? Kita tunggu saja hasil lobi-lobi tingkat tinggi Kerajaan Saudi terhadap keluarga syekh Qatar.
Harapannya, selain soal bola, akuisisi Newcastle ini bisa mengembalikan hubungan baik kedua negara yang saat ini hancur berantakan.
*) Penulis adalah jurnalis republika.co.id