REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Kepala negosiator nuklir Korea Selatan akan berbicara dengan para pejabat di Washington, Amerika Serikat, di tengah meningkatnya ketegangan dengan Korea Utara.
Tanpa pemberitahuan sebelumnya, Lee Do-hoon melakukan perjalanan ke AS beberapa hari setelah Korea Utara meledakkan kantor penghubung bersama di Kaesong, dekat perbatasan Korea Selatan, dan menyatakan diakhirinya dialog dengan Selatan.
Lee diperkirakan akan mengadakan konsultasi dengan para pejabat AS, termasuk Wakil Sekretaris Negara Stephen Biegun yang telah memimpin negosiasi denuklirisasi dengan Korea Utara, kata Kementerian Luar Negeri Korea Selatan.
Lee dan Biegun akan "menilai situasi saat ini di Semenanjung Korea dan membahas tanggapan (yang mungkin dilakukan)," kata kementerian itu dalam sebuah pernyataan, Kamis.
Televisi Korea Selatan memperlihatkan Lee tiba di Bandara Internasional Dulles Washington pada Rabu malam (17/6), di mana ia menolak berkomentar kepada wartawan. Pyongyang semakin menolak permintaan Seoul untuk berdialog karena upaya untuk memulai kembali proyek ekonomi antar-Korea terhenti setelah sanksi internasional yang dirancang untuk mengendalikan program nuklir dan rudal Korea Utara.
Saudara perempuan pemimpin Korea Utara,Kim Yo Jong, mengkritik Presiden Korea Selatan Moon Jae-in karena gagal menerapkan perjanjian perdamaian 2018, dengan mengatakan bahwa Moon "menempatkan lehernya ke dalam jerat pembantu pro-AS."
Pyongyang juga mempermasalahkan pembelot di Korea Selatan yang mengirim selebaran propaganda ke Korea Utara. Beberapa kelompok yang dipimpin oleh pembelot secara teratur mengirim kembali selebaran yang membawa pesan-pesan kritis terhadap Kim Jong Un, seringkali bersamaan dengan makanan, uang kertas 1 dolar AS, radio mini, dan stik USB yang berisi drama dan berita Korea Selatan.
Rodong Sinmun, surat kabar resmi Partai Buruh yang berkuasa di Korea Utara, mengatakan penghancuran kantor penghubung adalah "aksi tahap pertama" dalam "perang suci" yang bertujuan menghukum pemerintah Seoul karena menutup mata terhadap kampanye pembelot.
"Itu adalah palu besi dari hukuman keras yang dijatuhkan kepada mereka yang memiliki mimpi kosong saat mengejar kebijakan permusuhan yang tersembunyi," tulis surat kabar itu.