REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Selasa (23/6) diprediksi tertekan, meski pasar juga masih berharap ekonomi bisa pulih di tengah pandemi. Pada pukul 9.45 WIB rupiah melemah 60 poin atau 0,43 persen menjadi Rp 14.210 per dolar AS dari sebelumnya Rp 14.150 per dolar AS.
"Rupiah kemungkinan masih tertekan. Sebagian pelaku pasar masih khawatir mengenai peningkatan jumlah kasus positif di dunia dan gelombang kedua di beberapa negara yang sudah membuka kembali perekonomiannya," kata Kepala Riset dan Edukasi Monex Investindo Futures Ariston Tjendra di Jakarta, Selasa.
Menurut Ariston, sentimen tersebut masih berpeluang menekan harga aset-aset berisiko di jam pasar Asia hari ini. Rupiah masih berpeluang tertekan karena sentimen tersebut.
Tapi di sisi lain, lanjutnya, pasar masih berharap terhadap potensi pemulihan ekonomi di tengah pandemi. Indeks saham AS semalam positif karena harapan tersebut.
"Jadi dua sentimen ini masih beradu, tinggal mana yang lebih banyak pendukungnya. Tapi hari ini mungkin masih sentimen yang negatif," ujar Ariston.
Pagi ini pasar mendapatkan kabar terbaru yang memberikan sentimen negatif dari hasil wawancara penasehat perdagangan pemerintah AS Peter Navarro dengan Fox News bahwa perjanjian dagang dengan China telah "berakhir".
Wawancara itu menunjukkan hubungan AS dan China yang masih memanas dan mengancam pelaksanaan perjanjian dagang yang telah disepakati. Ariston memperkirakan rupiah hari ini berpeluang melemah kembali ke area Rp 14.200 per dolar AS dengan support di kisaran Rp 14.050 per dolar AS.
Pada Senin (20/6) lalu rupiah melemah 50 poin atau 0,35 persen menjadi Rp 14.150 per dolar AS dari sebelumnya Rp 14.100 per dolar AS.