REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Bappenas akan mendesain kembali skema perlindungan sosial. Khususnya dengan mengintegrasikan beberapa bentuk bantuan sosial dengan subsidi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan, program perlindungan sosial yang selama ini dijalankan masih terlalu terfragmentasi. Akuntabilitasnya pun sulit untuk disinkronkan karena anggaran belanja yang digunakan terpecah-pecah. "Ini (reformasi) perlu dilakukan sehingga masyarakat miskin bisa mendapatkan bantuan sosial dengan terintegrasi," katanya dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR, Selasa (23/6).
Program perlindungan sosial yang kini berjalan di antaranya, Program Keluarga Harapan (PKH) untuk 10 juta masyarakat paling miskin. Selain itu, bantuan Kartu Indonesia Pintar, kartu sembako hingga bantuan akses kesehatan, yakni Penerima Bantuan Iuran untuk Jaminan Kesehatan Nasional. Belum lagi subsidi energi dalam bentuk listrik maupun LPG.
Sri menilai, masa pandemi saat ini akan segera dimanfaatkan pemerintah untuk melakukan evaluasi ke perlindungan sosial sebelum melakukan redesain. Terutama dalam proses identifikasi untuk mendapatkan data akurat mengenai siapa saja yang perlu mendapatkan bantuan sosial dengan jenis bantuan seperti apa.
Tidak hanya di tingkat pemerintah pusat, integrasi juga akan dilakukan terhadap program perlindungan sosial dari pemerintah darah. "Ini semua perlu kita tingkatkan dari sisi koordinasinya," tutur Sri.
Sri tidak menjelaskan secara detail mengenai pengintegrasian bantalan sosia ini. Sebab, ia bersama Kementerian PPN/Bappenas masih dalam proses merancang skema reformasi integrasi bansos dengan subsidi energi tersebut.
Sementara itu, Anggota Komisi XI DPR Fraksi Golkar Misbakhun menilai, rencana yang disebutkan Sri tidak termasuk reformasi melainkan hanya perbaikan flowchart dan workflow. Apabila memang ingin direformasi, pemerintah harus mengubah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
"Itu (rencana pemerintah) hanya dalam rangka perbaharui pelaksanaan dan memperbaiki tata kelola," ujarnya.
Misbakhun mengatakan, pemerintah juga masih memiliki pekerjaan rumah besar dalam penganggaran subsidi. Selama ini, ia menilai, terlalu banyak pemegang kewenangan untuk program perlindungan sosial.
"Pencairan ada yang masuk ke BUMN berupa PSO (Public Service Obligation), kemudian ada kementerian untuk penganggaran," ucapnya.