Rabu 08 Jul 2020 12:58 WIB

Kisruh PPDB, Dewan Sarankan Sekolah Amanat Undang-Undang

Konsep Sekolah Amanat Undang-Undang dinilai bisa jadi jawaban kisruh PPDB.

Ketua Komisi X DPR-RI, Syaiful Huda, menilai konsep Sekolah Amanat Undang-Undang bisa jadi jawaban kisruh PPDB.
Foto: Republika/Edi Yusuf
Ketua Komisi X DPR-RI, Syaiful Huda, menilai konsep Sekolah Amanat Undang-Undang bisa jadi jawaban kisruh PPDB.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah diminta membuat terobosan dengan menerapkan konsep Sekolah Amanat Undang-Undang (SAU). Langkah ini merespons keterbatasan daya tampung sekolah-sekolah negeri menjadi salah satu pemicu kekisruhan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di setiap tahun ajaran baru. 

Ketua Komisi X DPR, Syaiful Huda, menjelaskan konsep SAU adalah sekolah swasta yang 100 persen dibiayai APBN sehingga mempunyai kualitas seperti sekolah negeri. “Dengan SAU ini calon siswa maupun orang tua siswa kian banyak opsi dalam memilih sekolah yang berkualitas,” ujar dia kepada wartawan, Rabu (8/7). 

Baca Juga

Huda menjelaskan keterbatasan akses menjadi salah satu persoalan besar Pendidikan di Indonesia. Kondisi ini salah satunya tercermin dari angka partisipasi murni (APM) nasional baik di tingkat SMA, SMP, maupun SD di tahun 2019. 

Di setiap jenjang Pendidikan tersebut angka anak usia didik yang tidak bisa bersekolah masih cukup besar. Di tingkat sekolah menengah atas APM nasional di kisaran 40 persen, SMP 30 persen, dan SD 3 persen.   

Menurut dia, keterbatasan akses ini salah satunya dipicu karena daya tampung sekolah negeri yang terbatas sehingga tidak bisa menampung seluruh anak usia didik di masing-masing jenjang. “Maka wajar jika setiap tahun PPDB akan kisruh apapun metodenya karena banyaknya pihak-pihak yang kecewa,” katanya.  

Dia menilai SAU bisa menjadi solusi jangka pendek dan murah mengingat saat ini banyak sekolah-sekolah swasta yang sudah menyediakan layanan Pendidikan. Hanya saja sebagian besar sekolah-sekolah tersebut dikelola sekadarnya karena keterbatasan biaya. 

“Jika konsep SAU ini dilaksanakan maka pemerintah hanya wajib menyediakan biaya operasional sekolah tanpa terbebani dengan urusan infrastruktur maupun ketersediaan sumber daya manusia (SDM),” kata dia.  

Menurut Huda,  konsep jauh lebih murah dibandingkan jika pemerintah harus membangun unit-unit sekolah baru untuk menampung seluruh peserta didik. Apalagi dalam satu dua tahun kedepan, anggaran pemerintah akan lebih banyak digunakan untuk memulihkan berbagai sektor terdampak wabah Covid-19. 

Apalagi saat ini pemerintah dengan keterbatasan anggaran tidak mungkin dalam waktu singkat pemerintah bisa membangun unit sekolah baru yang dibutuhkan agar sesuai dengan jumlah peserta didik, sedangkan Konsep SAU bisa diterapkan dalam waktu 1-2 tahun ke depan. 

Huda menerangkan, untuk menjaga kualitas SAU, bisa digunakan sistem diskualifikasi. Jika sekolah-sekolah swasta yang dibiayai oleh APBN tidak mampu memenuhi standar akademik, maka pada tahun berikutnya mereka didiskualifikasi dengan tidak lagi menerima biaya operasional sekolah. 

“Pemerintah dalam hal ini Kemendikbud tinggal menentukan standar akademik yang harus dicapai sekolah-sekolah swasta. Jika tidak tercapai ya tinggal didiskualifikasi,” katanya. 

Politisi Partai Kebangkitan Bangsa ini mengungkapkan konsep SAU telah diterapkan di banyak Negara lain. Di Amerika Serikat misalnya ada konsep Carter School telah diterapkan sejak tahun 2000 dan meningkatkan akses Pendidikan bagi banyak anak usia didik. Konsep ini juga telah banyak disuarakan pegiat pendidikan di Tanah Air. 

Dirinya berkomitmen mengusulkan konsep ini agar terakomodasi dalam pembahasan revisi UU Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang akan dibahas tahun depan. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement