Selasa 21 Jul 2020 13:58 WIB

Pemkot Surabaya Larang Takbir Keliling Idul Adha

Ada lima poin yang harus diperhatikan dalam kegiatan pelaksanaan Idul Adha.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Agus Yulianto
Warga membawa obor keliling kota saat pawai takbiran menyambut hari raya Idul Adha  (Ilustrasi)
Foto: Antara/Ampelsa
Warga membawa obor keliling kota saat pawai takbiran menyambut hari raya Idul Adha (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengeluarkan Surat Edaran (SE) dengan nomor 003.2/ 6362/436.8.4/2020, tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Idul Adha 1441 H, pada masa pandemi Covid-19. SE tersebut berisikan lima poin yang harus diperhatikan dalam kegiatan pelaksanaan Idul Adha.

"Yaitu terkait pelaksanaan Takbir, pelaksanaan Sholat Idul Adha, penjualan hewan kurban, pemotongan hewan kurban, dan pendistribusian daging kurban," kata Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Surabaya, Irvan Widyanto di Surabaya, Selasa (21/7).

Pertama, kata Irvan, Pemkot Surabaya memperbolehkan Takbir selama dilaksanakan di masjid, mushala, kantor, dan rumah. Kegiatan takbir juga diperbolehkan menggunakan pengeras suara dan harus selalu memperhatikan protokol kesehatan. "Namun, untuk Takbir keliling, tidak diperbolehkan," tegasnya.

Kedua, terkait pelaksanaan Sholat Idul Adha, maka harus menyiapkan petugas untuk melakukan pengawasan penerapan protokol kesehatan di tempat pelaksanaan. Petugas juga harus memastikan seluruh area bersih dan higienis, serta harus membatasi jumlah pintu atau jalur keluar masuk jamaah.

"Harus juga menyediakan fasilitas cuci tangan dengan air mengalir dan dispenser pembersih tangan mengandung alkohol (hand sanitizer), menyediakan alat pengecekan suhu di pintu atau jalur masuk. Jika suhu tubuh terdeteksi lebih dari 37,5 derajat celcius, dianjurkan untuk untuk ke dokter dan sholat di rumah,” ujar Irvan.

Selain itu, harus selalu memastikan jamaah melakukan jaga jarak, paling sedikit satu meter dengan memberikan tanda khusus. Diharuskan pula mempersingkat pelaksanaan sholat dan khutbah Idul Adha tanpa mengurangi ketentuan syarat dan rukunnya. Kemudian menyerukan kepada khatib sholat Idul Adha untuk membacakan do’a memohon agar segera dibebaskan dari wabah Covid-19.

“Tidak mewadahi sumbangan atau sedekah jamaah dengan cara menjalankan kotak, karena akan berpindah-pindah tangan rawan terhadap penularan penyakit,” kata dia.

Saat pelaksanaan sholat, jamaah juga harus membawa sajadah, menggunakan masker sejak keluar rumah dan selama berada di area tempat pelaksanaan sholat. Lalu menjaga kebersihan tangan, menghindari kontak fisik, seperti bersalaman dan berpelukan, menjaga jarak antar jamaah paling sedikit satu meter.

“Kami juga mengimbau untuk tidak mengikuti Sholat Idul Adha berjamaah bagi anak-anak yang berusia di bawah dari lima tahun dan jamaah lanjut usia (lansia) di atas 65 tahun yang rentan tertular penyakit,” ujarnya.

Ketiga, untuk penjualan hewan kurban harus memenuhi beberapa syarat. Yaitu lokasi penjualan hewan kurban diupayakan tersebar di setiap wilayah kecamatan dan memenuhi syarat kemanan dan kesehatan lingkungan. Kemudian penjualan hewan kurban dilakukan di tempat yang telah mendapatkan izin dari camat atas rekomendasi lurah di wilayah penjualan.

“Penjualan hewan kurban dioptimalkan dengan memanfaatkan teknologi daring,” kata dia.

Selanjutnya, untuk pengaturan tata cara penjualan harus memperhatikan luasannya. Yaitu untuk sapi dengan ukuran 2 x 1 meter dan untuk kambing 1,5 x 1 meter. Pemberlakuan waktu penjualan mulai pukul 07.00 – 22.00 WIB. “Pintu masuk dan keluar harus satu arah dan jarak antar orang di dalam lokasi penjualan paling sedikit satu meter,” kata dia.

Para penjual juga harus menyiapkan tempat cuci tangan dan atau menggunakan hand sanitizer. Penjual dan calon pembeli hewan kurban harus menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) berupa masker dan Face Shield bila diperlukan selama di tempat penjualan. “Setiap hewan kurban yang dijual sudah dilakukan cek kesehatan oleh Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP),” kata dia.

Keempat, untuk kegiatan pemotongan hewan kurban harus dilakukan di fasilitas pemotongan Rumah Potong Hewan (RPH), masjid, mushala, dengan memperhatikan protokol kesehatan dan lokasi yang terbuka. Di samping itu, harus mengatur dan membatasi jumlah orang yang melakukan pemotongan hewan kurban. Untuk satu ekor sapi terdiri dari 5–7 petugas dan satu ekor kambing terdiri dari 2–3 petugas.

"Petugas pemotong ini harus jarak paling sedikit satu meter dan tidak saling berhadapan antara petugas yang melakukan pengulitan, pencacahan dan pengemasan daging. Petugas harus mengenakan APD, berupa masker, face shield dan sarung tangan sekali pakai,” kata Irvan.

Irvan juga mengingatkan, para petugas pemotong hewan kurban harus selalu mematuhi protokol kesehatan seperti pengecekan suhu tubuhnya, cuci tangan, memperhatikan etika batuk, bersin dan meludah. Bahkan, harus selalu membersihkan tempat pemotongan baik sebelum maupun sesudah pemotongan.

Kelima, untuk kegiatan pendistribusian hewan kurban dilakukan oleh panitia ke rumah penerima daging kurban (mustahik). Makanya, panitia dilarang untuk menyebarkan atau menggunakan kupon pada saat pengambilan daging kurban yang mengakibatkan kerumunan orang. Bahkan, daging kurban dikemas dalam bungkus kemasan daun dan atau besek.

“Petugas pendistribusian wajib memakai masker, face shield bila diperlukan, dan sarung tangan serta tidak boleh bersentuhan langsung dengan penerima daging kurban,” kata Irvan.

Sedangkan jika penerima daging kurban itu adalah OTG, ODP, atau PDP dengan gejala ringan serta orang konfirmasi positif dengan gejala ringan atau tanpa gejala, maka petugas pembagian daging kurban menempatkan pada lokasi yang aman. “Tujuannya untuk menghindari bersentuhan langsung dengan penerima daging kurban,” ujar Irvan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement