REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Pemerintah China mengecam campur tangan Inggris dalam isu hak asasi manusia (HAM) di Xinjiang. Beijing menilai hal itu dapat secara serius berdampak pada hubungan bilateral kedua negara.
Duta Besar China untuk Inggris Liu Xiaoming mengatakan terkait isu Xinjiang, Inggris telah mengabaikan fakta serta mengacaukan perbedaan benar dan salah. "Inggris melempar fitnah dengan ceroboh pada kebijakan China terkait Xinjiang dan mencampuri urusan dalam negeri China dengan mengangkat apa yang disebut 'masalah HAM' di Xinjiang, secara bilateral dan multilateral," ucapnya dalam konferensi pers virtual pada Kamis (30/7) dilaporkan Xinhua.
Liu mengungkapkan hubungan negaranya dengan Inggris menghadapi serangkaian kesulitan dan tantangan baru-baru ini. Inggris memikul tanggung jawab penuh atas situasi demikian. "China tidak pernah ikut campur dalam urusan internal negara lain, termasuk Inggris, dan kami meminta hal yang sama dari negara lain," ujar Liu.
Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab telah menuding China melakukan pelanggaran HAM mengerikan terhadap Muslim Uighur di Provinsi Xinjiang. Dia menyebut sanksi terhadap mereka yang bertanggung jawab tak dapat dikesampingkan.
“Jelas bahwa ada pelanggaran HAM berat yang mengerikan. Kami sedang bekerja dengan mitra internasional kami dalam hal ini. Ini sangat, sangat mengganggu,” kata Raab dalam sebuah wawancara dengan BBC pada 19 Juli lalu.
Dia menyinggung tentang laporan yang menyebut adanya upaya sterilisasi paksa terhadap kaum perempuan Uighur. Tujuannya agar populasi etnis tersebut tetap terbatas. Di sisi lain, China mendirikan kamp-kamp yang menargetkan para warga Uighur. Menurut Raab, Inggris tak bisa mengabaikan laporan-laporan demikian.
Saat ditanya apakah perlakukan terhadap Uighur memenuhi definisi hukum genosida, Raab mengatakan masyarakat internasional harus berhati-hati sebelum mengajukan klaim semacam itu. “Apa pun label hukumnya, jelas bahwa pelanggaran HAM berat dan mengerikan sedang terjadi,” ujarnya.