REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sektor pertanian dinilai menjadi penyelamat bagi masyarakat menengah ke bawah, khususnya di kawasan perdesaan. Pemerintah diminta memberikan dukungan yang lebih kuat untuk kegiatan pertanian demi mempercepat pemulihan ekonomi nasional.
Sumbangan sektor pertanian terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional mengalami kenaikan di tengah terjadinya kontraksi perekonomian pada kuartal kedua 2020. Yakni menyumbang 15,46 persen dari total PDB nasional.
Angka itu meningkat dibanding kuartal I 2020 yang sebesar 12,84 persen maupun dibanding kuartal II tahun 2019 sebesar 13,57 persen. Adapun untuk struktur sektor lapangan usaha penyumbang PDB terbesar pada umumnya tak berubah.
Yakni industri, perdagangan, pertanian, pertambangan, serta konstruksi. Namun, hanya pertanian yang tetap tumbuh positif sebesar 2,19 persen.
Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan, Said Abdullah mengatakan, hal itu menjadi momentum bahwa sektor pertanian terbukti menjadi penyelamat ekonomi masyarakat karena menjadi yang paling kuat. Terutama bagi masyarakat kecil diperdesaan. Oleh karena itu, pemerintah harus memberkan dukungan yang lebih kuat kepada para petani.
"Sektor pertanian harusnya bisa menjadi andalan sejalan dengan pemulihan ekonomi sektor lain yg dilakukan secara perlahan," kata Said kepada Republika.co.id, Jumat (7/8).
Ia menjelaskan, dukungan yang dimaksud yakni yang memungkinkan proses produksi berjalan dengan baik. "Menyediakan sarana pertanian yang cukup bagi petani. Memastikan jalur distribusi dan pasar produk. Tidak seperti beberapa waktu lalu di mana harga anjlok dan masih terjadi sampai saat ini. Itu merugikan petani," katanya menambahkan.
Lebih lanjut, Said menegaskan para petani membutuhkan dukungan insentif nonproduksi. Seperti misalnya, biaya kesehatan, keringanan pajak bumi atau bantuan langsung tunai.
"Kementerian Pertanian sudah merencanakan itu dan mengumumkannya. Tapi realisasinya yang perlu disegerakan," kata dia.
Pada bulan Juli 2020, indeks nilai tukar petani (NTP) juga telah menunjukkan peningkatan. Yakni sebesar 100,09 atau naik dari bulan sebelumnya 99,6. Sekretaris Umum Serikat Petani Indonesia, Agus Ruli, mengatakan, kenaikan NTP belum sepenuhnya merefleksikan kondisi petani di Indonesia.
Pasalnya, kata dia, masih terdapat beberapa subsektor usaha tani yang mengalami penurunan NTP. Subsektor tanaman pangan misalnya, mengalami penurunan sebesar 0,25 persen dan subsektor hortikultura mengalami penurunan sebesar 0,74 persen. Hal itu salah satunya karena harga komoditas yang rendah lantaran panen masih terjadi di sejumlah daerah.
Menurut dia, persoalan rendahnya harga di tingkat petani ketika musim panen merupakan masalah klasik yang harusnya bisa dihindari.
“Permasalahan ini sudah kerap kali terjadi, karena kalau sedang musim panen, titik kritisnya pada tahap penyerapan dan distribusi. Ini yang harus dibenahi secara tuntas oleh pemerintah,” katanya.
Karena itu, menurut Agus, rencana pemerintah untuk melakukan sentralisasi produksi pangan melalui cetak sawah hingga food estate bukan solusi yang tepat. Sebab, belum menjamin masalah-masalah klasik yang kerap terulang.
"Harus dicari terobosan bagaimana improvisasi pada aspek distribusinya. Kami menilai distribusi lahan melalui program reforma agraria dan diversifikasi pangan justru lebih tepat untuk segera dilaksanakan saat ini,” katanya.
Lebih lanjut, dalam konteks penanganan pemerintah dalam pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19 di sektor pertanian, Agus menegaskan harus dibarengi dengan perubahan orientasi pertanian di Indonesia.
“Kita sudah berulang kali menekankan, orientasi pembangunan pertanian Indonesia haruslah berdasarkan pada konsep kedaulatan pangan. Ini yang sudah tercantum dalam RPJMN dan telah menjadi visi pemerintahan," ujarnya.
Melalui kedaulatan pangan, kata dia petani dan orang-orang yang bekerja di perdesaan memiliki jaminan atas hak untuk menentukan pangannya secara mandiri, meliputi alat dan sistem produksi serta pemasaran dibidang pertanian, peternakan dan perikanan.