Jumat 21 Aug 2020 13:23 WIB

Tempuh Berbagai Strategi, BRI Tetap Tumbuh di Tengah Pandemi

Tahun ini BRI menargetkan 500 ribu agen BRILink di seluruh nusantara.

Rep: Novita Intan/Idealisa Masyrafina/ Red: Budi Raharjo
Direktur Umum PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Sunarso saat diwawancarai Republika di Gedung BRI, Jakarta, Kamis (2/7). Dalam wawancara tersebut membahas tentang langkah strategi BRI di tengah pandemi COVID-19.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Direktur Umum PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Sunarso saat diwawancarai Republika di Gedung BRI, Jakarta, Kamis (2/7). Dalam wawancara tersebut membahas tentang langkah strategi BRI di tengah pandemi COVID-19.

REPUBLIKA.CO.ID, Pandemi Covid-19 telah membawa perubahan besar dalam kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang sebelumnya resisten dalam krisis keuangan, kini ikut terdampak. Namun, dalam situasi tersebut, bank badan usaha milik negara (BUMN) yang berfokus pada segmen UMKM, yakni PT Bank Rakyat Indonesia (persero) Tbk atau BRI, dapat tetap tumbuh dengan melakukan berbagai strategi.

Berdasarkan laporan keuangan Semester I 2020, tercatat laba bersih konsolidasi BRI lebih rendah 36,88 persen atau sebesar Rp 10,18 triliun, dibandingkan periode yang sama tahun 2019 sebesar Rp 16,13 triliun. Aset per Juni 2020 tercatat sebesar Rp 1.387,76 triliun, turun 2,04 persen dari posisi aset per Desember, yakni Rp 1.416,76 triliun.

Pendapatan bunga rupiah tercatat sebesar Rp 54 triliun, turun dari periode sama tahun lalu Rp 57 triliun, sedangkan beban bunga stagnan di kisaran Rp 17 triliun. Menurut Direktur Utama BRI, Sunarso, pencapaian ini masih sangat bagus di tengah pandemi yang menggerus ekonomi nasional dan laba perbankan.

"Masih laba, tapi tidak bisa sebesar laba tahun lalu. Saat ini bank masih bisa laba saja, masih bersyukur, masih setor dividen ke pemegang saham sudah bagus, tidak tutup saja banknya sudah untung," ujar Sunarso dalam wawancara dengan Republika beberapa waktu lalu.

Sunarso memaparkan, BRI telah mengalami empat krisis besar selama lebih dari seratus tahun berdiri. Pertama, pada 1997-1998 krisis dipicu oleh volatilitas mata uang dan bersifat regional yang merembet hingga Indonesia. Pada saat itu, Indonesia paling terpukul dengan anjloknya nilai tukar rupiah, naiknya rasio kredit macet (non performing loan /NPL) perbankan hingga 48 persen. Dalam situasi tersebut, modal perbankan sudah tidak cukup lagi mengcover risikonya.

Sepuluh tahun kemudian, pada 2008 muncul krisis yang dipicu kegagalan korporasi di Amerika atau disebut subprime mortgage. Pada krisis 2008 dampak yang paling terasa adalah nilai tukar, inflasi, dan suku bunga. Segmen korporasi saat itu paling cepat terdampak karena terekspos dengan nilai tukar, suku bunga, dan inflasi.

Pada masa tersebut, UMKM yang paling tahan terhadap krisis. "Karena UMKM posisinya jauh dari krisis tersebut, artinya krisis itu butuh transmisi yang cukup lama untuk menjangkau ke UMKM," kata Sunarso.

Pada 2013 kembali terjadi krisis yang disebabkan oleh ekonomi negara-negara di Eropa dampaknya nilai tukar, suku bunga, dan inflasi. Menurut Sunarso, dalam dua krisis terakhir ini (2008 dan 2013) indikator kondisi perbankan dan rasionya masih cukup baik, di mana NPL sekitar tiga persen dan rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) yang kuat. Ini merupakan hasil dari pembenahan manajemen risiko perbankan setelah krisis pada 1997-1998.

Berbeda dengan ketiga krisis tersebut, kondisi tahun 2020 ini, menurut dia,  merupakan krisis yang belum pernah ada sebelumnya. Kesulitan  disebabkan oleh wabah yang bersifat global, yang tidak lagi bersifat segmental, dan sektor UMKM yang tadinya resisten justru terkena lebih awal.

photo
Gedung Bank BRI - (Republika/Amin Madani)

Dorong segmen digital

Dalam kondisi seperti ini, BRI lebih mendorong segmen digital yang kini menjadi andalan masyarakat yang sedang mengalami pembatasan sosial. Perseroan, lanjut Sunarso, telah memiliki berbagai layanan perbankan yang terintegrasi, sehingga masyarakat tetap mampu bertransaksi dengan aman dan nyaman di tengah kondisi sekarang ini.

BRImo merupakan aplikasi yang memiliki fungsi mobile banking dan internet banking ke dalam satu aplikasi dengan menu transaksi yang lebih lengkap dan menarik. Aplikasi ini memiliki fitur transfer, berbagai pembayaran, top-up uang elektronik (BRIZZI), cek mutasi rekening, dan banyak lagi layanan perbankan lainnya. Melalui aplikasi ini juga, nasabah tidak perlu datang ke kantor bank apabila ingin membuka rekening baru.

Melalui produk Ceria yang diluncurkan 2019, BRI menjadi bank pertama di Indonesia yang memiliki produk pinjaman digital. Aplikasi ini sudah fully digital, dengan sistem digital verification, digital scoring, hingga digital signature, sehingga masyarakat dimudahkan ketika mengajukan personal loan dengan cukup melalui smartphone dan tidak perlu datang ke kantor BRI.

Sementara itu untuk penetrasi ke wilayah pedesaan, BRI memperkuat retail CASA dan payment, dan memperkuat mikro CASA melalui mikro payment. Salah satu titik sentral adalah agen BRILink, dengan 422 ribu agen tersebar di seluruh Indonesia.

Pada tahun lalu, transaksi masyarakat melalui BRILink sebesar Rp 637 triliun dan menghasilkan fee based income sebesar Rp 788 miliar. "Pada tahun ini, kami menargetkan sebanyak 500 ribu agen BRILink dan menargetkan fee based income hanya agen saja sebesar Rp 1 triliun," ungkap Sunarso.

Menurut Sunarso, agen BRILink adalah bukti dan bentuk nyata dari sharing ekonomi. Hal ini dikarenakan BRI tidak perlu lagi membangun cabang, setiap anggota masyarakat yang memenuhi syarat untuk punya bisnis bisa menjadi agen BRILink. "Keberadaan agen BRILink sangat positif, mempercepat perputaran uang yang diperlukan menumbuhkan ekonomi" katanya.

Selain menggenjot digitalisasi, BRI juga menyusun strategi pengelolaan likuiditas perusahaan. Direktur Keuangan Bank BRI, Haru Koesmahargyo, menjelaskan, perseroan berupaya menjaga likuiditas dalam kondisi ideal, di mana hal itu tercermin dari rasio liquidity coverage ratio BRI (LCR) pada Maret 2020 yang berada di angka ±230 persen. "Angka itu masih di atas ketentuan OJK yang menetapkan bahwa LCR bank minimal dijaga sebesar 100," kata Haru.

Meskipun terdampak pandemi, penyaluran kredit Bank BRI tetap tumbuh. Penyaluran kredit pada Semester I 2020 mencapai Rp 886,91 triliun, turun 1,07 persen dari periode yang sama tahun lalu, Rp 877,44 triliun. Total restrukturisasi tercatat Rp 213 triliun, naik dari periode sama tahun lalu Rp 43 triliun.

BRI juga menghapus buku kredit bermasalah sebesar Rp 6,4 triliun miliar, naik dari periode sama tahun lalu yang Rp 5,6 triliun. Namun demikian, restrukturisasi cenderung melandai pada Juni dibandingkan Mei dan bank sudah bisa berekspansi. Pada bulan Juni saja, mikro sudah berekspansi sebesar Rp 17,77 triliun selama satu bulan. n ed: khoirul azwar

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement