Sabtu 22 Aug 2020 00:05 WIB

Saat Para Mantan Preman Kampung Gerakkan Literasi di Jabung

Kehadiran sekelompok pemuda yang mengajar di daerahnya, membuat mereka tertarik.

Rep: Wilda Fizriyani / Red: Agus Yulianto
Sejumlah aktivitas komunitas Republik Gubuk dengan masyarakat sekitar di Jabung, Kabupaten Malang.
Foto: Dok. Republik Gubuk
Sejumlah aktivitas komunitas Republik Gubuk dengan masyarakat sekitar di Jabung, Kabupaten Malang.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Wilda Fizriyani

Tak bisa dipungkiri, masa lalu Kusnadi Abiet tidak begitu baik. Pria berusia 39 tahun ini mengaku sempat menjadi sosok nakal di tempat tinggalnya, Jabung, Kabupaten Malang. 

"Saya orang nggak bener memang, saya pemabuk, saya pemalak, saya tukang ngajarin anak-anak muda untuk mabuk, judi dan lain-lain," kata pria yang disapa Abiet ini kepada Republika, Jumat (21/8).

Lambat-laun Abiet mulai berpikir untuk berubah menjadi sosok lebih baik. Kehadiran sekelompok pemuda yang mengajar di daerahnya membuat dia tertarik. Ditambah lagi, beberapa rekannya ikut bergabung di kegiatan literasi yang diadakan satu kelompok yang saat ini dikenal komunitas Republik Gubuk. 

Menurut Abiet, hanya Republik Gubuk yang bisa mewadahi semua kalangan termasuk para preman. Melalui komunitas yang digagas Fachrul Alamsyah ini, dia bisa melakukan kegiatan bermanfaat untuk masyarakat sekitar. Hal ini terbukti dengan berbagai program yang diadakan Abiet dan rekan-rekannya di Kampung Busu, Desa Slamparejo, Jabung, Kabupaten Malang.

Saat ini Abiet mempunyai program gubuk baca di tempat tinggalnya. Di sebuah ruangan rumah biasa, dia dan rekan-rekannya menyediakan berbagai macam buku pelajaran dan cerita yang diperoleh dari sumbangan mahasiswa dan sebagainya. 

"Kita milih nama gubuk karena nama itu sederhana dan memasyarakat sehingga yang mau ikut nggak malu. Kalau dinamai yang elit khawatir dikira anggotanya orang-orang dari kalangan tertentu," kata Abiet. 

Selain menyediakan buku bacaan, Abiet juga acap menjadi pengajar seni tari topeng Jabung. Tidak hanya mengajar di tempat tinggal sendiri, tapi juga beberapa kampung dan sekolah lainnnya. Para peserta yang mengikutinya pembelajaran ini beragam, baik dari anak-anak maupun para ibu rumah tangga.

Dengan adanya program-program tersebut, Abiet berharap, dosa di masa lalunya bisa termaafkan. Dahulu sempat memberikan andil merusak generasi muda, sekarang ia ingin memperbaikinya melalui Republik Gubuk. "Kita kepingin anak-anak muda sekarang nggak kayak zaman saya dulu. Mereka harus beri manfaat untuk orang banyak terutama bermanfaat untuk generasi-generasi selanjutnya," jelas pria lulusan SMP ini.

photo
Sejumlah aktivitas komunitas Republik Gubuk dengan masyarakat sekitar di Jabung, Kabupaten Malang. - (Dok. Republik Gubuk)

Republik Gubuk

Pendiri Republik Gubuk, Fachrul Alamsyah telah memulai gerakan literasi sejak 2014. Gerakan yang bermula dilaksanakan di satu gubuk ini terus berkembang menjadi puluhan. Beberapa di antaranya seperti Gubuk Baca Anak Alam, Gubuk Baca Pentongan Mindi, Gubuk Baca Kampung Texas, Gubuk Panji, Gubuk Kampung Treteg, Gubuk Sufi dan sebagainya.

"Karena nyebut satu-satunya sulit akhirnya disatukan jadi Republik Gubuk (yang dibentuk dua tahun lalu)," ucap pria yang biasa disapa Gus Irul ini.

Pada dasarnya tidak semua pengasuh Republik Gubuk mantan preman di masa lalunya. Hanya beberapa pengasuh yang pernah menjadi pemuda nakal di kampungnya seperti pengonsumsi minuman keras dan pil koplo. Penampilan yang berbeda membuat mereka sempat dipandang negatif oleh masyarakat sekitar.

Untuk mengajak para preman di gerakan literasi Republik Gubuk, Gus Irul mengaku, mempunyai startegi khusus. Gerakan yang semula dilaksanakan di satu gubuk telah berhasil menarik minat para preman kala itu. Awalnya, mereka sekadar memperhatikan kegiatan anak-anak membaca di sebuah gang dari jarak jauh. Lalu mereka lama-kelamaan ikut bergabung dan membantu aktivitas literasi masyarakat terutama anak-anak.

"Akhirnya mereka bingung dan kasihan melihat anak-anak yang terus-menerus membaca di gang. Kita musyawarah satu kampung untuk kerja bakti lalu bikin satu gubuk yang otomatis akan dikelolanya. Mau nggak mau, mereka harus mendampingi adik-adiknya,"  ujar pria yang kini berusia 43 tahun tersebut.

Saat ini Republik Gubuk telah mempunyai 20-an gubuk di beberapa kampung wilayah Jabung. Gubuk-gubuk tersebut tidak hanya berkenaan dengan buku bacaan, tapi juga aspek kebudayaan lainnya seperti permainan tradisional, tari topeng, kelas alam dan sebagainya. Bagi Gus Irul, aspek-aspek ini termasuk dalam gerakan literasi.

Melalui Republik Gubuk, para mantan preman dapat menyalurkan energinya yang selama ini kurang diapresiasi masyarakat. Mereka bisa menghidupkan kampung masing-masing dengan kegiatan bermanfaat. Hal yang pasti, dia berharap, mereka bisa menjadi agen perubahan sebagai investasi jangka panjang.

"Semoga keberadaan Republik Gubuk dengan kegiatan sederhananya bisa menjadi harapan kecil bagi adik-adik dan lingkungan sekitar," ucap lulusan Universitas Islam Malang (Unisma) ini.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement