REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Epidemiolog Universitas Andalas, Defriman Djafri mengatakan, kenaikan angka kasus positif Covid-19 di Sumatera Barat dampak dari kegagalan edukasi kebiasaan baru di tengah pandemi. Harusnya, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) berjilid-jilid yang dilakukan pemerintah pada rentang April-Juni 2020 lalu menjadi ajang mengedukasi masyarakat agar dapat berdampingan dengan virus corona.
Seharusnya, masyarakat bisa disiplin melindungi diri dengan protokol kesehatan. Ketika PSBB sudah berakhir dan beralih ke new normal, warga justru beranggapan kehidupan kembali normal, yakni beraktivitas sehari-hari tanpa menerapkan protokol kesehatan.
“Lonjakan kasus saat ini, tidak terlepas kita gagal menjadikan PSBB dalam proses mendidik untuk mempersiapkan new habit. Indikator kesiapan masyarakat menerapkan protokol kesehatan ini yang luput dalam penilaian secara komprehensif dalam mengambil keputusan,” kata Defriman kepada Republika, Jumat (28/8).
Defriman menilai terlepas dari dampak yang ditimbulkan, PSBB sangat efektif dalam menekan angka penularan. Di mana penurunan angka kasus Covid begitu PSBB diterapkan cukup signifikan. Di mana Sumbar dapat mencegah fase puncak ledakan kasus yang diprediksi terjadi saat Idul Fitri.
Sumbar kembali mengalami lonjakan kasus ketika keran arus keluar masuk provinsi sudah dibuka lebar. Di mana sudah banyak orang keluar masuk provinsi dan abai dalam menerapkan protokol kesehatan. Sehingga penambahan kasus sangat signifikan dalam sebulan terakhir.
“Infection Fatality Rate (IFR) 4,3 persen pada masa PSBB, sedangkan setelah PSBB 2,1 persen. Yang mengkwatirkan dan harus mejadi perhatian kedepan, laju angka kematian 15 hari terakhir terjadi 19 kematian selama dua pekan ini dilaporkan. IFR sangat cepat dibandingkan masa sebelum PSBB, peningkatan sangat signifikan ke depan,” ucap Defriman.
Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unand itu menyarankan Pemda Sumbar melakukan analisis generasi penularan virus corona jenis baru ini. Ia melihat peningkatan kasus tidak terlepas ada kemungkinan terjadi transmisi lokal. Ia tidak yakin semuanya merupakan kasus impor.
“Berapa persen kasus berkaitan dengan imported cases. Ini harus bisa digambarkan, memastikan transmisi lokal benar-benar dapat dikendalikan. Pengalaman sebelumnya, informasi detail dari pasien dan tenaga surveilens di lapangan sangat berbeda. Ini akan mengoreksi gambaran jalur transmisi,” kata Defriman.