Jumat 09 Oct 2020 23:20 WIB

Polisi Amankan 95 Orang Terlibat Ricuh di Malioboro

Polisi pulangkan satu orang yang terlibat ricuh karena reaktif Covid-19

Polisi menunjukan sejumlah pengunjuk rasa yang diamankan saat jumpa pers di Polresta Yogyakarta, D.I Yogyakarta, Jumat (9/10/2020). Polresta Yogyakarta mengamankan 95 orang pengunjuk rasa yang diduga terlibat kericuhan saat unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja di Kawasan Malioboro pada Kamis (8/10).
Foto: Antara/Andreas Fitri Atmoko
Polisi menunjukan sejumlah pengunjuk rasa yang diamankan saat jumpa pers di Polresta Yogyakarta, D.I Yogyakarta, Jumat (9/10/2020). Polresta Yogyakarta mengamankan 95 orang pengunjuk rasa yang diduga terlibat kericuhan saat unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja di Kawasan Malioboro pada Kamis (8/10).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kepolisian Resor Kota Yogyakarta mengamankan 95 orang yang diduga terlibat kericuhan dalam aksi demonstrasi penolakan Undang-Undang Cipta Kerja di kawasan Malioboro, Yogyakarta pada Kamis (8/10).

"Setelah diamankan ke Polresta Yogyakarta, semua massa tersebut dilakukan rapid test, dan satu orang reaktif kemudian kami memulangkannya untuk isolasi mandiri di rumah," kata Kasat Reskrim Polresta Yogyakarta AKP Riko Sanjaya saat jumpa pers di Mapolresta Yogyakarta, Jumat (9/10).

Riko menyebutkan 95 orang yang diamankan terdiri atas 36 orang berstatus mahasiswa, 32 pelajar, 16 wiraswasta, dan 11 lainnya merupakan pengangguran.

Dari keseluruhan yang diamankan, empat orang di antaranya akan diproses pidana karena diduga melakukan perusakan pos polisi Gardu Anim di Jalan Abu Bakar Ali pada Kamis (8/10) sore. Dua di antaranya merupakan pelajar, satu dewasa, dan satu di bawah umur.

"Terhadap empat orang ini dikenai Pasal 170 tentang perusakan dan dua percobaan, karena dua orang membawa bensin dan berniat membakar pos polisi," kata dia.

Selain empat orang yang diproses pidana, menurut Riko, akan dikembalikan kepada orang tua masing-masing agar dilakukan pembinaan.

Sedangkan yang berstatus pelajar, Polresta Yogyakarta juga telah memanggil kepala sekolah untuk menjemput masing-masing siswa. Meski demikian, mereka tetap dikenakan wajib lapor.

"Karena sama-sama kita ketahui bahwa kemarin maupun saat ini, sekolah masih dilakukan pembelajaran online. Namun, anak-anak sekolah ini ikut demo dengan menggunakan pakaian sekolah," kata Riko.

Ia menduga para pelaku kericuhan yang sebagian di antaranya merupakan pelajar tergerak melakukan perusakan fasilitas umum karena ikut-ikutan. Berdasarkan keterangan, menurut dia, mereka mendapatkan informasi mengenai rencana aksi demonstrasi dari sejumlah grup WhatsApp.

"Kami juga menyelidiki terhadap grup-grup whatsapp, yang ada indikasi profokator kami lakukan pendalaman," kata dia. Diwartakan sebelumnya, aksi unjuk rasa menolak Undang-Undang Cipta Kerja di depan Gedung DPRD DIY pada Kamis (8/10) berujung kerusuhan.

Kerusuhan itu mengakibatkan Cafe Legian yang berada di samping DPRD DIY terbakar. Kaca dan pintu pos Satpam dan gedung utama kantor DPRD pecah dan rusak, satu sepeda motor di depan gedung DPRD DIY terbakar, serta kaca lima mobil dinas kepolisian pecah

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement