Selasa 13 Oct 2020 11:00 WIB

Abu Darda Tangisi Mereka yang Terlena Harta

Hendaknya harta dicari dengan cara yang baik, bukan dengan kerakusan.

Ilustrasi Rasulullah
Foto: Republika/Mardiah
Ilustrasi Rasulullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dahulu, sebelum memeluk Islam dan berbaiat pada Rasulullah Saw, Abu Darda' adalah seorang saudagar kaya yang sukses di Madinah. Sebelum memeluk Islam, ia telah menghabiskan sebagian besar umurnya dalam perniagaan, bahkan sampai Rasulullah Saw dan kaum muslimin lainnya hijah ke Madinah. Barulah kemudian, setelah Rasulullah Saw dan kaumnya hijrah, ia menyatakan keislamannya. Setelah itu, kehidupannya berbalik arah.

Dalam buku Kisah-Kisah Ajaib Para Penghafal Alquran karya Wiwi Alawiyah Wahid dan Siti Aisyah diceritakan Abu Darda' meninggalkan dunia perniagaan, dan mencurahkan totalitasnya untuk Islam. Ia turut berperang bersama Rasulullah Saw. Ia jgua terus melakukan pembelajaran dan pengkajian Alquran dan hadist. Ia berkembang menjadi orang yang alim dan arif.

Ia juga telah belajar banyak pada Rasulullah Saw terlebih pada sikap-sikap bijak Beliau. Kesan paling dalam yang mengakar dalam jiwanya adalah saat Rasulullah Saw berkata, "Yang sedikit tapi mencukupi itu lebih baik daripada yang banyak namun merugikan". Oleh karena itu, Abu Darda' kerap menangisi mereka yang terlena dan jatuh menjadi tawanan harta kekayaan.

Abu Darda' juga pernah menghimbau pada manusia agar tidak serakah dalam mereguk kenikmatan dunia. Sebab, kenikmatan dunia tidak akan ada sudahnya. Mereka yang menggantungkan diri pada dunia dan mencari-cari kenikmatan itu dengan serakah, maka mereka termasuk orang yang sangat merugi. Abu Darda' juga mengatakan, "Barang siapa tidak pernah merasa puas terhadap dunia, maka (sesungguhnya) tak pernah ada dunia baginya".

Untuk itulah, Abu Darda' menyeru, hendaknya harta dicari dengan cara yang baik, bukan dengan kerakusan. Jangan dimakan, kecuali yang baik. Jangan diusahakan, kecuali yang baik. Janga dimasukkan ke rumah, kecuali yang baik. Menurut keyakinannya, dunia dan seluruh isinya hanya semata-mata pinjaman dan menjadi jembatan untuk menyebrang menuju kehidupan yang abadi.

Sampai saat-saat terakhir menjelang kematiannya, ia juga tidak terlena dengan harta. Kala itu, para sahabat sedang menjenguk Abu Darda' yang sedang sakit. Mereka mendapatinya terbaring di atas hamparan dari kulit. Lalu, mereka pun menawarkan kepadanya agar kulit itu diganti dengan kasur yang lebih baik dan empuk. Namun, tawaran ini dijawabnya sambil memberi isyarat dengan telunjuknya, sedangkan kedua bola matanya menatap jauh ke depan.

"Kampung kita nun jauh di sana, untuknya kita mengumpulkan bekal. Dan, ke sana kita akan kembali. Kita akan berangkat kepadanya, dan beramal untuk bekal di sana"

Abu Darda' wafat pada tahun 32 Hijriah pada masa Utsman di Syam. Ia telah menyempurnakan hafalannya dan berhasil meriwayatkan 179 hadist.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement