Kamis 24 Dec 2020 13:13 WIB

Penetapan Sekda Provinsi Papua, Pakar: Tidak Ada yang Salah

Penetapan tersebut berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 159/TPA Tahun 2020. 

Rep: Ali Mansur / Red: Agus Yulianto
Umbu Rauta
Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
Umbu Rauta

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, Umbu Rauta menilai, tidak ada prosedur yang salah dalam penetapan sekretaris daerah (Sekda) Provinsi Papua, Dance Yulian Flassy. Penetapan tersebut berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 159/TPA Tahun 2020. 

"Dapat saya jelaskan, setelah berlakunya UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, maka pengisian jabatan pimpinan tinggi, dilakukan secara terbuka dan kompetitif," ujar Umbu Rauta dalam siaran persnya, Kamis (24/12).

Menurut Umbu Rauta, hal ini merupakan perwujudan dari dianutnya merit system dalam birokrasi pemerintahan. Pengaturan tentang pengisian jabatan pimpinan tinggi (utama, madya, dan pratama) mengacu pada UU ASN dan PermenpanRB No. 13 Tahun 2014. 

Terkait dengan pengisian jabatan sekda provinsi berdasarkan aturan yang berlaku, panitia seleksi mengajukan tiga nama calon hasil seleksi gubernur.

"Untuk selanjutnya diusulkan kepada Presiden melalui Mendagri. Kaidah ini bermakna bahwa kewenangan penentuan dan penetapan akhir Sekda Provinsi menjadi ranah kewenangan Presiden," terangnya.

Meski pengajuan nama ketiga calon ini diberi ranking oleh panitia seleksi, tidak ada kewajiban bagi presiden untuk memilih berdasarkan perankingan tersebut. Karena penetapan sekda provinsi merupakan "diskresi" presiden, sejauh berasal dari tiga calon yang diajukan oleh Panitia Seleksi. 

"Ini artinya, tiga calon dimaksud memiliki peluang yang sama untuk dipilih menjadi Sekda Provinsi," ujarnya.

Dikatakan Umbu, ketika presiden telah menerbitkan Keppres, maka tindakan hukum berikut yaitu pelantikan oleh Mendagri atau Pejabat lain yang ditunjuk. Baik Mendagri atau pejabat lainnya, wajib menjalankan tindakan hukum pelantikan dimaksud. Ini karena, kedudukan Menteri sebagai pembantu Presiden dalam menjalankan urusan pemerintahan dalam negeri sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat 1 juncto Pasal 17 UUD NRI 1945.

"Dalam hal ada keberatan atas pilihan Presiden, dapat ditempuh upaya hukum berupa aduan ke Komisi Aparatur Sipil Negara atau gugatan ke PTUN atas obyek sengketa Keppres. Namun, meski ada upaya hukum, tidak menghalangi untuk dijalankannya Keppres tersebut," tutur Umbu Rauta. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement