REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para ahli kesehatan menyatakan ada sedikit alasan berpikir bahwa vaksin COVID-19 berbahaya untuk ibu hamil atau menyusui, walau memang belum ada uji pada mereka.
"Tidak ada data, meskipun secara ilmiah, kami pikir sangat tidak mungkin memiliki efek berbahaya," asisten profesor ilmu kebidanan, ginekologi dan reproduksi di University of California, San Francisco, Dr. Stephanie Gaw, seperti dikutip dari Livescience, Jumat (25/12).
Hal ini karena vaksin yang dikembangkan Pfizer, BioNTech dan Moderna tidak mengandung virus corona, melainkan mengandung molekul atau disebut mRNA yang tidak dapat menyebabkan infeksi dalam tubuh.
Dari sisi risiko, Ketua Departemen Ginekologi dan Kebidanan di Emory University School of Medicine di Georgia, Denise Jamieson mengatakan, risiko tertular COVID-19 saat hamil kemungkinan lebih besar daripada risiko potensial dari vaksin.
Penelitian menunjukkan, kehamilan dapat meningkatkan risiko COVID-19 yang parah, masuk ICU dan kematian akibat virus, menurut American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG).
Menurut Jamieson, orang harus berkonsultasi dengan penyedia layanan kesehatan untuk mempertimbangkan pro dan kontra vaksinasi selama kehamilan dan memutuskan segera mendapatkan vaksinasi atau menunggu lebih banyak data (Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) berencana melakukan survei pada wanita hamil yang menerima vaksin).
Pertimbangan
Vaksin COVID-19 yang diizinkan untuk penggunaan darurat tidak mengandung virus apa pun, melainkan mRNA yakni sebuah molekul yang berisi instruksi untuk membangun protein spesifik.
"mRNA hanyalah potongan informasi genetik yang dikirimkan ke sel Anda sendiri. Begitu berada di dalam tubuh, vaksin mRNA menginstruksikan sel untuk membangun protein yang memicu respons kekebalan yang melatih tubuh untuk mengenali virus corona jika tubuh menemuinya di masa mendatang," kata Jamieson.
"Karena bekerja secara lokal, kemungkinan tidak berdampak pada janin," sambung dia yang juga menuturkan mRNA tidak dapat menyebabkan infeksi.
Penelitian pada tikus yang dilakukan Moderna mengisyaratkan vaksin COVID-19-nya aman sebelum dan selama kehamilan hewan pengerat itu.
Data yang diserahkan ke FDA menunjukkan, pemberian vaksin kepada tikus sebelum kawin atau selama kehamilan tidak mengubah sistem reproduksi mereka, mempengaruhi perkembangan embrio atau janin, atau mengganggu perkembangan bayi tikus setelah lahir.
Gaw menuturkan, bagi manusia, vaksin memang membawa risiko efek samping ringan, seperti nyeri saat melihat infeksi, bengkak, atau demam.
Salah satu gejala yang harus diwaspadai selama kehamilan khususnya adalah demam setelah vaksinasi, karena demam tinggi dapat meningkatkan risiko keguguran. Jika demam memang terjadi, obat penurun demam acetaminophen aman dikonsumsi selama kehamilan.
Secara umum, jika seseorang diketahui memiliki alergi terhadap salah satu bahan vaksin, mereka tidak boleh menerima vaksin.
Meski para ilmuwan menduga vaksin COVID-19 aman digunakan selama kehamilan, hal ini juga masih perlu dikonfirmasi.
Beberapa uji klinis pada orang hamil diharapkan dimulai pada Januari, ungkap The New York Times.
Hanya uji klinis yang dapat menjawab pertanyaan apakah vaksin COVID-19 lebih atau kurang efektif pada orang hamil dibandingkan dengan populasi umum.
Sistem kekebalan berubah selama kehamilan untuk mencegah tubuh menolak janin yang sedang tumbuh, tetapi tidak diketahui apakah atau bagaimana perubahan ini dapat memengaruhi seberapa baik vaksin COVID-19 bekerja pada berbagai tahap kehamilan.
Yang harus Anda tahu soal efek samping vaksin COVID-19
Sementara ini, baru ada penelitian pendahuluan tentang efek samping keamanan vaksin COVID-19 dari Pfizer dan Moderna. Namun secara keseluruhan, vaksin Pfizer dikatakan aman, begitu juga dengan vaksin dari Moderna yang menunjukkan tidak ada masalah keamanan yang serius.