REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL -- Lembaga Ombudsman (LO) DIY mencatat sektor properti di DIY menjadi perkara yang paling banyak ditangani di periode 2018 hingga 2020 ini. Setidaknya, ada 293 perkara di sektor properti yang ditangani di periode tersebut.
Ketua LO DIY, Suryawan Raharjo mengatakan, 26,11 persen dari perkara yang ditangani ada di sektor properti. Paling dominan, katanya, perkara ini terjadi pada masyarakat yang berpenghasilan rendah (MBR) di DIY.
"Dominan yang kita tangani adalah pada masyarakat berpenghasilan rendah, yang mana dia itu mengakses perumahan dengan program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP)," kata Suryawan, di Bale Kanoman, Bantul, Selasa (29/12).
Ia menjelaskan, dari kasus yang ditangani banyak masyarakat yang tidak mengetahui terkait pengembang dari program FLPP. Sehingga, saat masyarakat mengakses program tersebut, masih ada permasalahan yang belum diselesaikan pengembang.
Salah satunya seperti belum selesainya proses alih fungsi tanah saat masyarakat mengakses program FLPP ini. Melalui perkara ini, kata Suryawan, pihaknya menangani dengan terus melakukan koordinasi secara intens dengan pengembang.
"Kasus perumahan yang FLPP, maka memang kemudian secara intens kita berkoordinasi. Jangan sampai lepas dengan pengembang untuk nanti komitmennya bisa mengembalikan dana, apabila nanti tanah itu tidak jadi dibangun," ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Bidang Aparatur Pemerintah Daerah LO DIY, Suki Ratnasari menuturkan, pembangunan yang mangkrak juga menjadi permasalahan di sektor properti yang masuk ke LO DIY. Bahkan, tidak ada legalitas pembangunan dari perumahan bersubsidi seperti izin mendirikan bangunan (IMB).
"Permasalahan seperti peralihan atas hak tanah yang belum selesai menjadi milik PT tersebut juga ada, kualitas bangunan yang tidak sesuai spesifikasi, ada praktik penahanan sertifikat juga, pengembang ada yang memberikan jaminan sertifikat ke bank untuk membangun lagi," katanya.
Sehingga, dalam menangani hal ini juga perlu menjadi perhatian bagi pemerintah. Baik itu pemerintah daerah maupun pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Selain perkara di sektor properti, LO DIY juga menerima aduan terkait sektor lain. Mulai dari sektor keuangan, pertanahan, pendidikan dan ketenagakerjaan.
Di sektor keuangan, ada 17,29 persen perkara yang ditangani selama periode 2018 hingga 2020, dengan jumlah 194 perkara. Perkara di sektor pertanahan yang ditangani sebanyak 98 perkara atau 8,73 persen.
Sedangkan, perkara di sektor pendidikan yang ditangani sebanyak 89 perkara atau 7.93 persen. Di sektor ketenagakerjaan ada 88 perkara yang ditangani atau 7,84 persen. "Perkara lain-lain yang ditangani ada 360 perkara atau 32,9 persen," ujarnya.
Sementara itu, berdasarkan wilayah sudah ada 390 aduan dan 732 konsultasi yang ditangani LO DIY. Dari jumlah tersebut, produk akhir yang dihasilkan sebanyak 274 produk akhir.
Kabupaten Bantul menjadi wilayah terbanyak terkait aduan yang masuk ke LO DIY yaitu sebanyak 203 kasus. Namun, konsultasi terbanyak yang masuk ke LO DIY yaitu dari Kota Yogyakarta yakni 267 kasus.
"Secara rata-rata kasus yang masuk di LO DIY dalam kurun waktu tiga tahun (2018-2020) ini didominasi dari Bantul dengan jumlah total 373 kasus (baik aduan maupun konsultasi) atau 33.24 persen," kata Wakil Ketua LO DIY, Yusticia Eka Noor Ida.
Selain itu, instansi swasta menjadi penanganan perkara berdasarkan bidang yang paling banyak masuk ke LO DIY sejak 2018-2020. Setidaknya, sudah ada 294 aduan dan 359 konsultasi atau 58,20 persen kasus yang ditangani terkait institusi swasta.
"Peringkat kedua adalah bidang aparatur pemerintah daerah yaitu 33,51 persen dengan rincian aduan sejumlah 93 kasus dan konsultasi sejumlah 283 kasus," ujar Ida.