Rabu 06 Jan 2021 14:09 WIB

'Covid-19 Telah Jadi Stigma Negatif di Masyarakat'

Stigma negatif tersebut muncul karena masyarakat kurang memahami penularan Covid-19.

RSIY PDHI.
Foto: Dokumen.
RSIY PDHI.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pandemi Covid-19 yang kita hadapi saat ini bukan hanya suatu fenomena kesehatan. Disadari atau tidak, pandemi Covid-19 telah menjadi fenomena sosial. Banyak hal berkaitan dengan penanganan Covid-19 yang unsur sosialnya relatif kental. Di antaranya stigma negatif terhadap seseorang yang terdiagnosis Covid-19. 

Satgas Covid-19 RS Islam Yogyakarta PDHI, Afif Azharul Firdaus mengatakan wujud konkret yang dapat ditemukan di antaranya penolakan sebagian masyarakat terhadap pemakaman jenazah pasien Covid-19 di lingkungannya, pengucilan dari tetangga atau keluarga bagi pasien Covid-19 yang melakukan isolasi mandiri atau karantina mandiri di rumah dan pasien menolak dirawat di rumah sakit karena khawatir stigma dari tetangga sekitar jika kemudian dinyatakan suspek Covid-19.

Afif menjelaskan, jika dicermati, stigma tersebut justru menjadi faktor menghambat penanganan pandemi Covid-19, khususnya di Indonesia. Stigma negatif tersebut juga dapat menjadi kerugian fatal bagi pasien Covid-19. 

"Pasien yang seharusnya mendapatkan perawatan di rumah sakit namun kemudian menolak dikarenakan takut stigma sosial, dikhawatirkan kondisinya memberat, hingga kemungkinan terburuk," jelasnya dalam siaran persnya yang diterima Republika, Rabu (6/1).

Ia menuturkan, jika stigma Covid-19 semakin kental, maka orang yang terdiagnosis Covid-19 cenderung menutup-nutupi kondisinya. Inilah yang dikhawatirkan Afif, karena akan berisiko bagi orang-orang di sekitarnya atau orang-orang yang kontak dengan pasien tersebut. 

Padahal jika pasien tersebut membuka diri sebagai pasien Covid-19, maka masyarakat akan terbantu untuk membatasi penularan. "Jika pasien Covid-19 terbuka dan tidak ada stigma negatif, sebenarnya memudahkan petugas untuk melakukan tracing terhadap orang yang berpotensi tertular sehingga tidak terjadi penyebaran pada keluarga dan masyarakat sekitarnya," katanya.

Oleh karena itu, Afif menekankan pentingnya pemahanan dan kesadaran masyarakat untuk tidak memberi stigma negatif kepada pasien atau mereka yang terkena Covid-19. Salah satunya dengan menanamkan pemahaman bahwa Covid bukanlah aib. Virus ini dapat menimpa siapa saja atas izin Allah. "Saat ini kita lihat jumlah pasien covid yang terus bertambah dan penyebaran yang begitu masif, maka jangan lagi ada stigma negatif terhadap pasien covid," katanya.

Ia juga berpesan agar masyarakat jangan sampai kehilangan solidaritas dan ketidakpedulian terhadap penyebaran Covid 19. "Jangan sampai kita menunjukkan sikap antipati dan diskriminatif terhadap saudara-saudara kita yang positif Covid-19. Justru kita harus saling membantu dalam menghadapi wabah ini," ujarnya.

Stigma negatif tersebut muncul salah satunya karena masyarakat kurang memahami penularan Covid-19. Karena itu, Afif mengingatkan kembali bahwa Covid menular melalui droplet atau aerosol yang masuk ke saluran napas atau mukosa mulut/mata baik secara langsung maupun tidak langsung. 

Penularan secara langsung misalnya menghirup droplet dari seseorang yang batuk dalam jarak dekat. Penularan tidak langsung terjadi ketika seseorang memegang benda yang terkontaminasi virus dan kemudian masuk ke tubuhnya melalui mulut, hidung, atau mukosa mata.

"Selalu memakai masker, rajin mencuci tangan setelah memegang benda-benda lain, menjaga jarak 1 meter dan hindari kerumunan merupakan langkah efektif agar terhindar dari virus Covid-19," katanya. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement