REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Manajemen Bumame Farmasi mengapresiasi Polda Metro Jaya yang mengungkap pemalsuan surat hasil tes usap (PCR) diduga melibatkan selebgram.
"Kasus ini sangat mencemarkan nama baik perusahaan, dokter dan juga negara. Semoga dengan tertangkapnya oknum yang terlibat, nama Bumame Farmasi tidak lagi dikaitkan dengan pemalsuan surat hasil PCR swab test," kata Direktur Utama Bumame Farmasi, James Wihardjadi Jakarta, Kamis (7/1).
James mengatakan, pihaknya melaporkan dugaan pemalsuanhasil tes usap dengan mencantumkan kop surat Bumame Farmasi ke Polda Metro Jaya. James menuturkan laporan tersebut itu tidak hanya untuk kepentingan perusahaan, namun bagi kepentingan negara.
Untuk mencegah pemalsuan hasil tes PCR pada masa mendatang, Bumame Farmasi akan mengimplementasikan kode "QR" unik pada seluruh kop surat perusahaan tersebut. "Dengan kode QR unik ini, Anda akan dapat mengakses hasil tes asli yang tersimpan di database kami," tutur James.
James mengaku, sebelumnya sudah melakukan penyidikan internal terhadap seluruh dokter dan tidak ditemukan adanya kerja sama dengan oknum pemalsu hasil tes PCR.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya meringkus tiga orang diduga pelaku pemalsuan surat tes usap "polymerase chain reaction" (PCR)yang dipasarkan secara daring melalui media sosial.
"Modusnya memalsukan data atas nama PT BF, untuk bisa lolos berangkat ke Bali dengan memalsukan bukti tes usap (swab)," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Yusri Yunus.
PCR merupakan salah satu metode pemeriksaan virus SARS Cov-2 dengan mendeteksi DNA virus. Uji ini akan didapatkan hasil apakah seseorang positif atau tidak SARS Co-2.
Tiga pelaku pemalsuan tersebut, yakni MFA yang ditangkap di Bandung, Jawa Barat. Selanjutnya, EAD yang ditangkap di Bekasi dan MAIS yang diamankan petugas di Bali.
Yusri menjelaskan terkuaknya kasus pemalsuan surat tes usap tersebut berawal dari unggahan di media sosial tersangka MFA. Akibat perbuatannya ketiganya dijerat dengan Pasal 32 jo Pasal 48 UU Nomor 19/2016 dan atau Pasal 35 jo Pasal 51 ayat (1) UU No.19/2016 tentang ITEdan atau Pasal 263 KUHP, dengan pidana penjara paling lama 12 tahun penjara.