REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Munir Ahmad membuka acara Indonesia-Japan Workshop on VRE System Integration, Hydrogen, and Low Carbon Technologies 2021 pada Selasa, 12 Januari 2021. Acara ini dilakukan Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan bekerjasama dengan The Institute Of Energy Economics, Japan. Munir mewakili Direktur Jenderal Ketenagalistrikan menjelaskan bagaimana kondisi kelistrikan di Indonesia.
“Saat ini, pengembangan infrastruktur ketenagalistrikan di Indonesia sampai dengan Semester I Tahun 2020, telah terpasang sekitar 71 GW pembangkit, 61 ribu kilometer sirkit (kms) jaringan transmisi, 150 ribu MVA Gardu Induk (GI), 995 ribu kms jaringan distribusi, dan 61 ribu kms gardu distribusi. Semua itu bertujuan agar seluruh masyarakat Indonesia dapat menikmati akses layanan listrik dengan kualitas yang baik dan harga yang terjangkau,” ujar Munir.
Dalam 6 tahun terakhir, akses listrik di Indonesia naik secara signifikan. Rasio Elektrifikasi (RE) nasional meningkat 14,85 persen, dari tahun 2014 sebesar 84,35 persen, menjadi 99,20 persen berdasarkan prognosis perhitungan di tahun 2020. Pemerintah terus berupaya agar seluruh rumah tangga di Indonesia dapat terlistriki, yang diwujudkan dengan target Rasio Elektrifikasi (RE) nasional sebesar 100 persen di akhir tahun 2024.
Pemanfaatan listrik juga terus didorong untuk kegiatan produktif yang mampu untuk memutar roda perekonomian nasional. Berdasarkan hasil perhitungan, prognosis konsumsi listrik per kapita nasional pada tahun 2020 mencapai 1.089 kWh, dengan proporsi pemanfaatan untuk sektor rumah tangga sebesar 38 persen, sektor industri sebesar 41 persen, sektor bisnis sebesar 15 persen, dan sisanya adalah sektor publik sebesar 6 persen.
Pemerintah terus berkomitmen untuk mencapai tujuan yang telah disepakati pada Paris Agreement, yaitu untuk menurunkan jumlah emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Untuk mendukung hal tersebut, pemerintah mendorong pengembangan pembangkit tenaga listrik berbasis Energi Baru dan Terbarukan (EBT), pemanfaatan teknologi High Efficiency Low Emission (HELE) pada PLTU, juga pengalihan bahan bakar yang lebih rendah karbon.
Kondisi pandemi Covid-19 yang sedang dihadapi saat ini, menyebabkan sistem ketenagalistrikan di Indonesia memiliki kelebihan pasokan listrik. Menurunnya aktivitas industri dan bisnis, juga kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menyebabkan menurunnya pertumbuhan ekonomi nasional dan menurunnya pertumbuhan konsumsi listrik nasional. Rescheduling pengembangan infrastruktur ketenagalistrikan yang telah direncanakan tentunya perlu dilakukan supaya keseimbangan supply and demand energi listrik dapat tetap terjaga dan iklim bisnis subsektor ketenagalistrikan tetap dapat berjalan dengan sehat.
Pemerintah mendorong strategi pengembangan EBT melalui beberapa upaya, diantaranya substitusi energi primer, seperti co-firing biomassa pada PLTU dan konversi pembangkit tenaga listrik yang masih menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan pembangkit tenaga listrik berbahan bakar gas atau EBT; pengembangan PLTS Atap, terutama di atap bangunan dan gedung perkantoran; dan juga pemanfaatan EBT di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar) dengan skema distributed generation; merelokasi pembangkit tenaga listrik yang sudah tua; dan juga melakukan perubahan regulasi dan membuat kebijakan yang spesifik mendukung pencapaian target bauran energi untuk pembangkitan tenaga listrik sebesar 23 persen pada tahun 2025.
Untuk menjaga keseimbangan supply and demand energi listrik, pemerintah juga mendorong masyarakat untuk memanfaatan tekonologi yang lebih efisien dan menggunakan sumber energi bersih, seperti penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) dan kompor induksi listrik. Pemerintah telah membuat peraturan dan kebijakan yang mendorong KBLBB sebagai program nasional. Dan pada peringatan Hari Listrik Nasional ke-75, PT PLN (Persero) telah meluncurkan Gerakan Konversi Satu Juta Kompor Induksi Listrik.
Berbagai upaya terus dilakukan agar teknologi terkini terkait energi bersih dapat diimplementasikan secara masif di Indonesia dan tentunya dengan nilai keekonomian yang wajar. Pemanfaatan hidrogen dan Carbon Capture Storage (CCS)/Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) masih terus dikembangkan.
Pemetaan potensi dan kajian terkait pengembangan pemanfaatan hidrogen dan CCS/CCUS di Indonesia telah cukup banyak dihasilkan dan dipublikasikan. Kerja sama dengan berbagai pihak dan investor terus dilakukan supaya teknologi terkini dapat diimplementasikan dalam nilai keekonomiannya.“Saya mengucapkan selamat atas digelarnya acara pada hari ini dan semoga dengan adanya acara ini kita bisa bertukar pikiran dan menambah wawasan khususnya di terkait VRE system integration, Hydrogen, dan Low Carbon Technologies,” tutur Munir.