REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Ustadz Ahmad Sarwat Lc MA mengatakan, mati syahid merupakan salah satu dari dua kemungkinan yang akan dialami oleh orang yang berjihad. Seorang mujahid yang mati di medan pertempuran tentu darahnya berceceran di mana-mana.
"Orang awam yang melihatnya pasti akan ngeri, atau malah merasa jijik. Namun di akhirat nanti, darah yang berceceran di sekujur tubuh itu justru akan berubah menjadi bau harum semerbak," kata Ustadz Ahmad Sarwat dalam bukunya "Mati Syahid".
Dan hal itu memang merupakan salah satu keutamaan bagi mujahid yang mati syahid di jalan-Nya, sebagaimana telah dijelaskan oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya.
"Bungkuslah jasad mereka (syuhada’) sekalian dengan darah-darahnya juga. Sesungguhnya mereka akan datang di hari kiamat dengan berdarah-darah, warnanya warna darah namun aromanya seharum kesturi. (HR. An-Nasai dan Ahmad).
Ustadz Ahmad mengatakan, meski hadits di atas. Ini berbicara tentang apa yang terjadi nanti di hari kiamat, namun kenyataannya begitu banyak bukti di masa sekarang ini, mereka yang mati syahid, justru darahnya sudah berubah menjadi bau harum semerbak. Misalnya tatkala umat Islam berjihad mengusir Uni Sovyet di tanah Afghan, banyak sekali mujahidin yang mengalami hal seperti itu.
"Semua menjadi bukti dan tanda dari Allah Yang Maha Rahman, bahwa mereka betul-betul telah menjadi syahid di jalannya," katanya.
Selain berbau wangi, tetesan darah orang yang mati syahid itu dicintai Allah SWT. Bagi Allah SWT ada dua macam tetesan yang dicintainya, yaitu tetesan darah para syuhada, dan tetesan air mata orangyang takut kepada Allah SWT.
"Dan tetes darah para syahid merupakan syuhada adalah satu tetesan yang paling dicintai Allah, sebagaimana sabda beliau SAW:
"Tidak ada sesuatu yang dicintai Allah dari pada dua macam tetesan atau dua macam bekas : tetesan air mata karena takut kepada Allah dan tetesan darah yang tertumpah dijalan Allah; dan adapun bekas itu adalah bekas (berjihad) dijalan Allah dan bekas penunaian kewajiban dari kewajiban-kewajiban Allah (HR. At Tirmidzi).
Ustadz Ahmad mengatakan, secara etimologis atau secara bahasa, istilah syahid dengan wazan fa’iil bersumber dari kata dasar syahida, wasyhadu syahadah yang berarti menyaksikan. Dan kata syaahid dan syahiid mengacu kepada pelaku dari perbuatan menyaksikan, alias orang yang menyaksikan atau orang yang menjadi saksi.
Meski syaahid dan syahiid bermakna sama, yaitu sama-sama saksi, namun bentuk syahiid lebih punya penekanan dalam makna. Artinya adalah orang yang benar-benar menjadi saksi.
Sama seperti perbedaan antara kata aalim dan aliim keduanya sama-sama bermakna orang yang mengetahui. Namun aliim lebih tinggi kedudukannya dan lebih banyak ilmu pengetahuannya ketimbang aalim.
Kalau kita ingin menyebut bahwa Allah SWT adalah Tuhan Yang Maha Mengetahui, kita menggunakan istilah al-‘aliim.
Selain bermakna saksi, syahid juga bermakna orang yang hadir di suatu tempat. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
"Tidak halal bagi seorang wanita untuk berpuasa padahal suaminya hadir, kecuali dengan izinnya. (HR. Bukhari).
Dengan demikian, orang yang mati syahid itu berarti orang yang menjadi saksi atas manusi
"Dan kamu menjadi saksi atas manusia (Al-Hajj ayat 78).