REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Lembaga Ecoton mendesak pemerintah segera menindaklanjuti fenomena busa di Pesisir Tambak Wedi. Situasi serupa juga terjadi di aliran Kali Pegirian dan Kali Tebu, Surabaya, Jawa Timur (Jatim).
Senior Reseacher Water Pollution Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton), Daru Setyorini mengatakan, buih busa putih yang terjadi di Tambak Wedi, Kali Pegirian dan Kali Tebu tidak lepas dari limbah domestik masyarakat. Sebagian besar limbah tersebut berasal dari sisa sabun, pencucian pakaian, dan bahan kimia dalam perawatan tubuh.
"Ditambah dengan aktivitas pencucian atau industri yang menggunakan bahan kimia detergen membuat air sungai penuh dengan senyawa detergen," kata Daru saat dikonfirmasi Republika, Senin (22/3).
Melihat situasi tersebut, Ecoton pun mencoba meneliti konsentrasi ion di dalam air. Hasilnya, Ecoton menemukan konsentrasi ion dalam air sangat tinggi. Hal ini dibuktikan dengan tingginya Total Dissolved Solid (TDS) yang mencapai 5.015 part per milion (ppm).
Ecoton juga menemukan konsentrasi tinggi senyawa lainnya pada kadar fosfat yang mencapai 45 ppm. Jumlah ini jauh di atas kadar normal sungai Tambak Wedi yang dikategorikan kelas III. Hal ini berarti kadar fosfat pada Tambak Wedi harus satu ppm.
Kondisi ini semakin parah dengan adanya fenomena aliran air yang cukup lambat. Menurut Daru, hal ini mampu meningkatkan proses sedimentasi bahan-bahan surfaktan.
Surfaktan merupakan penyusun detergen yang berfungsi mengikat kotoran dengan membentuk busa. "Lapisan surfaktan yang mengendap, jika mengalami turbulensi, maka akan membentuk busa," jelasnya.