Polda Jatim Bongkar Peredaran Regulator tak Ber-SNI
Rep: Dadang Kurnia/ Red: Fernan Rahadi
Logo SNI. Ilustrasi | Foto: Times
REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Unit IV Subdit I (Indagsi) Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jatim membongkar peredaran regulator tekanan rendah yang tidak sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI). Dari pengungkapan ini, Polda Jatim telah menetapkan satu orang tersangka yakni pimpinan dari PT Cipta Orion Metal selaku produsen yang memperdagangkan regulator merk Starcam yang tidak sesuai SNI.
Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Gatot Repli Handoko mengatakan, pengungkapan bermula saat penyidik memperoleh informasi dari salah satu media terkait pemberitaan pemusnahan regulator LPG. Berdasarkan informasi tersebut, tim melakukan penyelidikan. Penyelidikan dimulai dengan mendatangi salah satu gudang di kawasan Margomulyo Indah dan pergudangan Mutiara blok B-30, Surabaya.
"Selain itu juga dilakukan pengecekan di salah satu distributor yang ada di wilayah Jawa Timur," kata Gatot di Mapolda Jatim, Senin (5/4).
Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan di Balai Besar Bahan dan Barang Teknik (B4T) dan di Balai Besar Logam dan Mesin (BBLM), regulator yang diperdagangkan ke masyarakat tidak memenuhi SNI. "Peralatan regulator ini sangat berbahaya jika dipergunakan masyatakat," ujarnya.
Gatot menegaskan, pihaknya telah melakukan penyitaan terhadap regulator yang dirasa membahayakan tersebut. Produk tak ber-SNI tersebut disita dari 5 (lima) distributor dan satu produsen. Di antaranya distributor PT. Jaya Gembira, PT. Paracom, CV. Satelit, CV. Utama, dan CV. Adma Totalindo. Regulator yang diamankan sebanyak 34.913 ribu.
Wadirsus Polda Jatim AKBP Zulham Efendi menjelaskan, apabila regulator ini digunakan oleh masyarakat di dalam ruangan, akan sangat membahayakan. Karena hasil uji coba, ada bunyi dan getaran dari regulator yang menyambungkan gas dengan kompor. Artiya, jika ada percikan api maka bisa menyebabkan kebakaran.
"Harga tidak jauh berbeda dengan yang ada di lapangan, namun dari segi keselamatan jauh berbeda dengan yang ber-SNI," ujar Zulham Efendi.
Tersangka dijerat Pasal 113 Undang-Undang nomor 7 tahun 2014 tentang perdagangan, dan Pasal 66 Undang-Undang nomor 20 tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, dengan ancaman hukuman penjara 5 tahun.