REPUBLIKA.CO.ID, TIMIKA -- Kepala Kepolisian Daerah Papua Inspektur Jenderal Mathius D Fakhiri menyebut para guru yang bertugas di daerah perdalaman Papua sangat berjasa dalam upaya mencerdaskan generasi muda di wilayah itu. Hal itu agar mereka tidak terbelakang dalam berbagai aspek kehidupan.
Penegasan Kapolda Papua itu sekaligus membantah klaim sepihak kelompok bersenjata separatis Papua bahwa dua orang guru yang ditembak mati di Beoga, Kabupaten Puncak pekan lalu, selama ini menjadi mata-mata aparat TNI dan Polri. "Kedua korban itu merupakan guru. Guru-guru ini hadir di sana untuk mencerdaskan generasi muda. Sumber daya manusia yang ada di Tanah Papua lebih khusus lagi di pegunungan itu dibentuk oleh para guru. Jadi kalau ada tuduhan semacam itu, bagi saya itu hanya manusia-manusia yang tidak punya nurani," kata Fakhiri di Timika, Senin (12/4).
Kapolda Papua mengingatkan kelompok separatis bersenjata agar tidak mencari dalil atau pembenaran atas tindakan tidak manusiawi dan kekerasan yang mereka lakukan. "Jangan mengaitkan ke hal-hal yang lain. Mereka yang melakukan tindakan itu adalah orang-orang yang tidak berperikemanusiaan, saya mau katakan bahwa perbuatan mereka sangat biadab," ujar Fakhiri yang merupakan putra asli Papua itu.
Kapolda menegaskan seharusnya warga pedalaman Papua merasa bersyukur karena masih ada guru-guru, tenaga medis dan pekerja kemanusiaan lainnya yang mau datang mengabdi di daerah mereka yang terisolir, jauh dari segala macam kemewahan duniawi, semata-mata untuk melayani masyarakat setempat. "Seorang guru itu sangat penting, demikian pun tenaga medis sangat penting. Hamba-hamba Tuhan itu juga sangat penting untuk mengajarkan masyarakat yang ada di Tanah Papua, apalagi di daerah pelosok seperti di Beoga itu. Jarang ada guru yang mau berdinas di daerah-daerah seperti itu. Harusnya mereka melindungi, bukan malah membunuh guru-guru itu," ujarnya.
Tokoh masyarakat Toraja di Kabupaten Mimika Daud Bunga juga mengungkapkan hal yang sama. "Profesi guru itu sangat mulia, mereka hadir untuk mendidik anak-anak bangsa, termasuk anak-anak asli Papua. Tidak semua guru bisa betah bertugas di pedalaman Papua sampai belasan bahkan puluhan tahun," kata Daud yang juga merupakan ketua Komisi A DPRD Mimika.
Daud mengecam keras pembunuhan terhadap dua orang guru yang merupakan warga masyarakat Toraja yang bertugas di Distrik Beoga, Kabupaten Puncak oleh kelompok separatis bersenjata pada pekan lalu. “Kami mengutuk keras kejadian ini dan berharap aparat keamanan bisa memberikan perlindungan maksimal kepada semua petugas pemerintah yang bertugas di daerah pedalaman. Mereka semua adalah masyarakat sipil yang hanya mencari nafkah dan menjalankan tugas profesinya sebagai guru. Mengapa mereka mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi," ujarnya.
Pada pekan lalu, dua orang guru yang bertugas di Distrik Beoga, Kabupaten Puncak tewas tertembak oleh KKB yang teridentifikasi merupakan kelompok Nau Waker alias Tidak Jadi Waker. Guru Oktovianus Rayo (42) yang sudah bertugas 10 tahun di SD Kelmabet, Distrik Beoga ditembak KKB saat sedang menjaga kiosnya di kompleks perumahan guru SMP Negeri 1 Beoga pada Kamis (8/4).
Isteri almarhum Oktovianus diketahui merupakan guru yang bertugas di SMP Negeri 1 Beoga. Almarhum Oktovianus terkena tembakan peluru dari jarak dekat mengenai rusuk hingga menembus perut.
Berselang sehari kemudian, Yonathan Renden, guru SMP Negeri 1 Beoga juga meregang nyawa setelah diberondong tembakan oleh KKB. Saat itu, Yonathan bersama Kepala SMP Negeri 1 Beoga baru keluar dari rumah yang berada di ujung Bandara Beoga untuk mengambil terpal, hendak membungkus jenazah almarhum Oktovianus. Almarhum Yonathan terkena tembakan peluru KKB di bagian dada kiri dan dada kanannya.