REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Asrorun Ni'am Sholeh menjelaskan vaksinasi Covid-19 yang dilakukan secara injeksi atau suntikan tidak membatalkan puasa.
"Kalau vaksinasi lewat mulut yang diteteskan kemudian masuk itu membatalkan puasa. Akan tetapi, praktik pelaksanaan vaksinasi Covid-19 yang dilaksanakan itu tidak dengan tetes mulut tetapi dengan injeksi," kata Asrorun dalam dialog Forum Merdekat Barat tentang vaksinasi di bulan Ramadhan yang dipantau dari Jakarta, Selasa (13/4).
Maka vaksinasi dengan injeksi intramuskular yang dilakukan untuk kepentingan vaksinasi Covid-19 itu tidak membatalkan puasa. Dia mengatakan yang membatalkan puasa adalah makan minum dan menyampaikan material ke dalam rongga sampai ke perut.
"Praktik vaksinasi dengan cara injeksi intramuskular ini tidak membatalkan dan juga tidak termasuk hal yang membatalkan puasa," ujarnya.
Atas dasar alasan itu maka praktik vaksinasi tetap diperbolehkan meski sedang menjalani puasa. Namun, dia mengingatkan masih ada faktor kesehatan yang harus dipastikan dengan pemeriksaan oleh tenaga kesehatan sebelum orang yang berpuasa melakukan vaksinasi Covid-19.
"Kuncinya ada pada screening di tenaga kesehatan," ujar Asrorun.
Sebelumnya, MUI telah mengeluarkan fatwa vaksinasi tidak membatalkan puasa karena dilakukan dengan suntikan melalui otot atau intramuskular. MUI juga telah menerbitkan fatwa bahwa tes cepat atau rapid test baik antigen, PCR maupun tes usap atau swab tidak membatalkan ibadah puasa.
Dalam diskusi yang sama ahli patologi klinik dari Universitas Sebelas Maret, Tonang Dwi Ardyanto, juga mengatakan vaksinasi saat bulan puasa bukanlah hal yang baru. Sebelum Covid-19 terjadi, proses vaksinasi tetap dilakukan saat bulan Ramadhan.
"Jadi sebetulnya bukan hal yang baru, bukan hal yang luar biasa," katanya.