Selasa 20 Apr 2021 22:35 WIB

GTPPC: Status Risiko Covid-19 Depok Masih Oranye

GTPPC Depok masih menerapkan 50 persen WFH karena masih berstatus oranye

Rep: Rusdy Nurdiansyah/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
 Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 (GTPPC), Dadang Wihana. Pemerintah Kota (Pemkot) Depok kembali menyampaikan perkembangan penyebaran Covid-19 di Kota Depok. Melansir dari situs data.covid19.go.id, status risiko Kota Depok per 18 April 2021 masih berwarna oranye atau risiko sedang.
Foto: Dok Pemkot Depok
Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 (GTPPC), Dadang Wihana. Pemerintah Kota (Pemkot) Depok kembali menyampaikan perkembangan penyebaran Covid-19 di Kota Depok. Melansir dari situs data.covid19.go.id, status risiko Kota Depok per 18 April 2021 masih berwarna oranye atau risiko sedang.

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Pemerintah Kota (Pemkot) Depok kembali menyampaikan perkembangan penyebaran Covid-19 di Kota Depok. Melansir dari situs data.covid19.go.id, status risiko Kota Depok per 18 April 2021 masih berwarna oranye atau risiko sedang.

"Perubahan tersebut terlihat dari skor Kota Depok yang awalnya 2,11 pada 18 April menjadi 2," ujar Juru Bicara (Jubir) Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 (GTPPC) Kota Depok, Dadang Wihana, Selasa (20/4).

Menurut Dadang, sebagaimana arahan pemerintah pusat melalui Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2021 tentang Perpanjangan Pemberlakuan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro dan Mengoptimalkan Posko Penanganan Covid-19 untuk Pengendalian Penyebaran Covid-19, terdapat beberapa ketentuan yang diberlakukan.

Pertama, membatasi tempat kerja atau perkantoran dengan menerapkan Work From Home (WFH) sebesar 50 persen dan Work From Office (WFO) sebesar 50 persen dengan memberlakukan protokol kesehatan secara lebih ketat.

Kedua, melaksanakan kegiatan belajar mengajar secara daring (online) dan luring (offline) atau tatap muka. Untuk perguruan tinggi atau akademi dibuka secara bertahap dengan proyek percontohan yang ditetapkan dengan peraturan daerah (perda) atau peraturan kepala daerah (perkada), dengan penerapan protokol kesehatan secara lebih ketat.

Ketiga, untuk sektor esensial seperti kesehatan, bahan pangan, makanan, minuman, energi, komunikasi dan teknologi informasi, keuangan, perbankan, sistem pembayaran, pasar modal, logistik, perhotelan, konstruksi, industri strategis, pelayanan dasar, utilitas publik, dan industri yang ditetapkan sebagai obyek vital nasional dan obyek tertentu, kebutuhan sehari-hari yang berkaitan dengan kebutuhan pokok masyarakat tetap dapat beroperasi 100 persen dengan pengaturan jam operasional, kapasitas, dan penerapan protokol kesehatan secara lebih ketat.

Keempat, melakukan pengaturan pemberlakuan pembatasan kegiatan restoran (makan/minum di tempat sebesar 50 persen dan untuk layanan makanan melalui pesan-antar/dibawa pulang tetap diizinkan sesuai dengan jam operasional restoran dengan penerapan protokol kesehatan yang lebih ketat. Selain itu, membatasi jam operasional untuk pusat perbelanjaan/mal sampai dengan pukul 21.00 waktu setempat dengan penerapan protokol kesehatan yang lebih ketat.

"Kelima, mengizinkan kegiatan konstruksi beroperasi 100 persen dengan penerapan protokol kesehatan yang lebih ketat. Keenam, mengizinkan tempat ibadah untuk dilaksanakan dengan pembatasan kapasitas sebesar 50 persen dengan penerapan protokol kesehatan yang lebih ketat," jelas Dadang.

Lanjut Dadang, ketujuh yakni kegiatan fasilitas umum diizinkan dibuka, dengan pembatasan kapasitas maksimal 50 persen yang pengaturannya ditetapkan dengan peraturan daerah (perda) atau peraturan kepala daerah (perkada).

"Kedelapan, kegiatan seni, sosial, dan budaya yang dapat menimbulkan kerumunan diizinkan dibuka maksimal 25 persen dengan penerapan protokol kesehatan secara lebih ketat. Kesembilan, dilakukan pengaturan kapasitas dan jam operasional transportasi umum," pungkasnya. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement